Kamis, 12 Desember 2013

Event ke Tujuh Grup Kepenulisan “Write With Love” Saat Nada Bercerita Cinta.
Halowh.... WWLovers,
Apa sih lagu yang kalian sukai?
Yang bikin kalian pada merinding, menangis,tertawa, atau marah-marah saat mendengarnya?
Berangkat dari sini, kami ( Adit Mahatva &Risky Fitria Harini) selaku admin grup kepenulisan write with love mengadakanlomba cerita pendek yang terinspirasi oleh nyanyian tentang cinta dan perasaan.
Bebas mau lagu daerah , Indonesia, Korea, Inggris,atau yang lain. Mau lagu Pop. Rock, Keroncong, Dangdut dsb.
Berikut ini contoh penggalan cerita yang berkaitandengan nyanyian Moon River yang dipopulerkan oleh Frank Sinatra.
“We’re after the samerainbow’s ends....” Papa bernyanyi saat menceritakannya dan Lana mendengarkannyadengan seksama sembari tak bisa menutupi kekagumannya pada suara Papa yangtidak jauh beda dengan suara Om Frank Sinatara. “My hucleberry friends...MoonRiver...and me....”
Dan, masih kata Papa,semua orang membutuhkan orang lain di sepanjang perjalanan menempuh hidup itu. Pengembara yang mengembara jauhdari rumah, mencari bahagia, ternyata bisa jadi membutuhkan pengembara lainyang ditemuinya saat embara tersebut. Untuk bisa sama-sama bahagia, menemukanrainbow’s ends yang mereka cari itu.
(Dikutip dari Buku Nyanyian Cinta terbitan Wahyumedia2013)
Cara berpartisipasi :
Ketentuan
· Berteman dengan Adit Mahatva https://www.facebook.com /aditmahatva?fref=ts&__rev=1024226dan Risky FitriaHarini https://www.facebook.com /kiekie.buangeet?fref=ts& __rev=1024226
· Joint dengan Grup KepenulisanWrith With Love https://www.facebook.com/groups /writewithlove/?fref=ts
· Menulis sesuai tema “Saat NadaBercerita Cinta” dalam bentuk cerpen bisa fiksi maupun dari kisah nyata.
· Naskah ditulis dalam BahasaIndonesia diketik rapi dengan format file Microsoft Word, panjang tulisan 3-5Halaman A4 dengan spasi 1.5, Font Times New Roman, ukuran 12 pt, margin normal.
· Melengkapi biodata narasi di akhirnaskah maksimal 50 karakter.
· POV (sudut pandang) bebas
· Setiap peserta boleh mengirimkanmaksimal2 cerpen.
· Naskah tidak boleh plagiat dansebangsanya harus karya asli buatan sendiri dan belum pernah dipublikasikan dimedia manapun.
Dalam pengiriman naskah, mohon memperhatikan ketentuan berikut:
a. Subjek email dan Judul filediisi dengan format: Judul-Nama Penulis- Terinspirasi dari lagu #Namapenyanyi
Contoh: Berartinya Dirimu – Atva Tze – Terinspirasilagu Jika Engkau #Noah
b. Naskah diunggah berupa Attachments / lampiran
c. Dikirim via email ke:ceritanadacinta@gmail.com
d. Follow Twitter@aditmahatvadan@kie_riskykemudian twit denganme-mention akun tersebut setelah selesai mengirim naskah, diakhiri tanda pagar(hastag)CeritaNadaCinta
Cth. “Aku sudah bercerita cinta dengan nadakucc @aditmahatva @kie_risky #CeritaNadaCinta”
e. Periode lomba mulai 27 November 2013 sampai 7 Januari 2014
f. Untuk mengikuti kompetisi initidak dipungut biaya (Gratis)
g. Share info ini dengan men-tag minimal 5 temanmu (via Facebook), mention2 temanmu (via twitter) maupun blogger.
Hadiah lomba :
1. Satu cerita terbaikakan mendapatkan hadiah berupa buku Karya Kreatif kumpulan cerpen,puisi, dan Novel terbitanKemenparekraf.
2. Setiap pesertaberhak mendapatkan makalah tentang kepenulisan Fiksi dan Non Fiksiberjudul Mengubah Wajah Indonesia MelaluiGerakan Indonesia Menulis karya Willy Pramudya Wartawan Senior Kompas
3. Naskah terpilihakan dibukukan dalam kumpulan cerpen
4. Semua kontributorakan mendapatkan E-sertifikat
Pengumuman pemenangakan diumumkan pada pertengahan Januari 2014
Mari berkarya denganpenuh cinta!
Info: follow:@aditmahatva dan @kie_risky
Write With Love,
Keep Silent, Write The Best!

Senin, 09 Desember 2013

Gliese 581g

Namaku Glisa. Aku tinggal dan menetap di planet Gliese 581g. Terkadang aku merasa penasaran dengan nama yang orangtuaku berikan. Namaku yang hampir mirip dengan planet yang aku tempati.

Saat aku berusia 50 tahun, Ibuku selalu menceritakan tentang makhluk lain yang hidup dan tak jauh berbeda dari kami. Ibuku juga berkata bahwa nan jauh di angkasa sana ada sebuah peradaban yang hampir mirip dengan peradaban kami. Begitu juga Ayahku, dia pernah bercerita padaku tentang sebuah planet yang sejuk seperti udara di atmosfer kami, dan banyak lagi cerita yang beredar tentang peradaban dunia lain seperti kami. Namun, aku belum terlalu percaya akan adanya hal-hal dan makhluk lain di planet lain yang begitu jauh dengan kami, yang aku tahu hanya legenda itu sangat populer dan terkenal di masyarakat kami.

Sejak kecil, banyak orang-orang yang menceritakan peradaban dan kisah-kisah yang masih menjadi misteri padaku, mereka selalu bilang kelak nanti aku lah yang akan menjaga Gliese 581g. Padahal menurutku, aku tak begitu yakin dan memiliki kekuatan untuk melindungi seluruh permukaan tanah usang di planet ini, juga aku merasa tak pantas karena aku hanya seorang gadis. Aku pernah diberi sebuah liontin emas dengan kristal merah dan biru di sana. Saat aku menggenggam liontin dan memakainya, aku melihat semburat cahaya merah dan biru terpancar jelas di langit-langit rumah. Saat itu aku masih berusia sangat kecil, karena aku belum mengerti apa-apa. Mungkin usiaku saat itu adalah lima belas tahun, jadi aku belum tahu apa-apa. Tapi aku begitu ingat saat aku melihat sebuah planet yang hampir mirip dengan planetku dan aku mendengar satu kata, entah benar atau tidak karena aku sayup-sayup mendengarnya. Seingatku kata itu adalah MANUSIA.
-
Besok umurku genap seratus tujuh puluh tahun. Ini artinya, aku akan segera beranjak dewasa. Para tetua memberi banyak masukan padaku tentang apa saja yang sepatutnya kulakukan saat aku dilepas nanti. Ya, di planet kami setiap jiwa yang telah mencapai usia seratus tujuh puluh tahun akan dilepas dari orangtuanya dan dibiarkan hidup mandiri. Dan mulai besok, aku akan pindah rumah dan mencari pekerjaanku sendiri. Namun ada yang aneh saat orangtuaku dan para tetuaku merundingkan permasalahan tentangku. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, namun mereka tampak bermusyawarah begitu lama.
"Tapi bagaimana bisa kita melepas Glisa? Komet itu datang pada tahun ini, namun tak pasti kapan datangnya. Benda yang akan datang dari luar angkasa itu benar-benar besar, benda itu akan menghancurkan kita!" kata tetua Vad pada Ayahku.
"Lalu kita akan mengotori adat nenek moyang kita?" tanya Ayahku.
"Ini demi keselamatan Glisa, jika Gliese 581g punah, apa yang akan kita lakukan? Kita tahu bahwa setiap hal yang dikatakan Bola Zogo itu selalu benar, dan Bola Zogo telah mengatakannya. Kita boleh tak melakukan pelepasan ini, demi keselamatan Glisa," ucap tetua Vad meyakinkan.
"Tapi Vad, rutinitas ini telah lama kita lakukan, ini hal yang wajib untuk kita!" kata tetua Johan.

Semuanya terdiam. Akhirnya mereka memutuskan apa yang harus mereka putuskan. Tetua Vad pun menghampiriku dan memelukku.
"Siap-siap untuk melakukan tugasmu, kau akan kami kirim ke rumahmu yang baru esok hari. Sangat baik jika kau pulang dan membereskan barang-barang yang akan kau bawa besok," ucap tetua Vad lembut. Aku mengangguk dan segera pulang ke rumah. Setelah aku berlalu, mereka kembali merundingkanku.
"Tenang Vad, aku akan mengirim pelindung untuknya," ucap tetua Johan sambil menepuk punggung tetua Vad. Tetua Vad berjalan perlahan dengan jubah hijau besarnya yang menjuntai ke bawah. Janggut peraknya berkilauan dan lipatan wajah tuanya menunjukan kekosongan. Mungkin usianya telah lebih dari seribu tahun.
"Aku tak akan bertanggung jawab, Johan. Ini bukan pilihanku."
 -
Siang ini aku akan segera diberangkatkan ke daerah baruku. Aku akan berpisah dengan kedua orang tuaku dan aku akan segera menghidupi diriku sendiri. Aku harus mandiri dan aku harus bisa menyesuaikan diri.
"Ayah, Ibu," kataku sambil memeluk mereka. Ayahku tersenyum melihatku, aku balas tersenyum padanya. Ibuku sedikit menangis dan aku langsung memeluknya.
"Ibu tak perlu khawatirkanku, semuanya pasti baik-baik saja," kataku menenangkan. Ibu mengangguk dan menyeka air matanya.
"Iya, hati-hati di perjalananmu, Glisa."

Ibu melambaikan tangannya padaku. Aku balas lambaian itu. Segera aku memasuki pesawat kecil yang akan kukendarai untuk perjalanan nanti. Kumasukan tas ke belakang dan mulai menyalakan mesin. Kupacu mesin ini dan segera berangkat menuju rumah baruku. Sedih memang harus menerima kenyataan bahwa aku harus berpisah dengan kedua orangtuaku, namun inilah yang harus aku lakukan.
 -
Malam ini aku keluar dari rumahku. Tempat tinggal yang baru aku injaki sedikit tak nyaman. Aku lebih menyukai tempat yang dulu, mungkin ini karena aku baru saja tiba di sini.

Kutatap langit hitam malam ini, di sana tergantung banyak bintang dan bulan yang nampak bercahaya. Sebelum aku pindah, tetua Vad memberiku sebuah gulungan perkamen. Katanya perkamen ini pemberian dari tetua Hoshi, dia sudah meninggal waktu aku berumur dua puluh tujuh tahun. Katanya tetua Vad diperintah untuk memberikannya padaku, dan dia memberikannya untuk memenuhi tugasnya itu.

Kubuka tali pengikat perkamen ini. Gulungannya kuleberkan sehingga nampak huruf-huruf berwarna hitam menodai warna coklat perkamen ini. Perlahan mulai kulihat dan kucoba untuk memahami dan membaca isinya. Huruf-huruf dalam perkamen ini terlihat asing bagiku, namun entah mengapa aku merasa bisa membacanya.

"Dua puluh tahun yang lalu kami mengirimnya. Kami mengirimnya ke planetmu, mungkin kalian belum tahu nama planet yang sedang kalian tempati, Gliese 581g. Itu lah sebutan kami untuk kalian. Rawat anak ini oleh kalian, kami tak tahu kapan kalian akan menerima surat ini, bahkan kami tak tahu apakah surat ini akan sampai pada kalian dan anak ini benar-benar dalam keadaan hidup. Namun suatu hari nanti kami akan datang, kami akan pergi ke sana."

Begitu lah kira-kira isi surat itu. Aku tak tahu apa maksudnya, jika dilihat dari penampilannya, surat ini sudah begitu usang. Mungkin surat ini sudah tersimpan selama berpuluh-puluh tahun.

Aku menyimpan kembali surat itu, aneh sekali. Dulu, aku pernah bermimpi melihat dunia yang jauh lebih baik dari tanah yang aku injaki. Dunia itu penuh dengan tanaman dan air. Hampir mirip dengan apa yang ada di Gliese 581g, namun dunia itu terasa lebih menyejukan. Aku masih penasaran apakah dunia itu ada atau hanya semacam mimpi saja, atau mungkin bisa jadi sebuah dunia yang selalu diceritakan oleh kedua orangtuaku.

Malam ini angin berhembus tak seperti biasanya. Aku dapat merasakan hembusannya lebih kencang dan lebih menusuk dari sebelumnya. Juga aku merasa dadaku panas, liontinku, aku merasa liontinku terbakar. Perlahan liontinku mulai mengeluarkan semburat cahaya merah menyala. Lalu setelahnya warna biru berkilauan di atas langit sana. Aku tidak mengerti dengan keanehan pada liontinku ini, namun semakin lama, cahayanya semakin meleber dan semakin pucat. Kugenggam erat liontinku, liontin ini bergetar hebat dan seperti terdapat nyawa di dalamnya. Aku seakan mendengar jerit ketidakkuasaan yang akhirnya menghilang bersamaan suara duaar keras yang memekakan telinga. Liontinku pecah dan aku terdorong jatuh ke belakang. Pandanganku menyamar dan aku melihat baja meluncur ke arah tanah ini. Setelahnya semua gelap dan tak berbekas.
-
 Aku mengerjipkan mataku dan memandang sekitar ruangan. Aku telah ada di dalam rumahku. Kulihat seorang pria berpakaian aneh sambil membawa helm. Dia menatapku nanar dengan matanya yang berwarna biru pucat.
"Kau baik-baik saja?" tanya dia terlihat begitu cemas, padahal aku tak begitu mengenalnya.
 "Siapa kau?" tanyaku dan sedikit bangun. Saat menggerakan tubuhku, kurasakan sedikit ngilu dan sakit pada tubuhku.
"Tidak, kau tidur dulu di sini, keadaanmu masih lemah. Tangan kirimu cedera dan kepalamu terbentur semalam. Aku akan menjagamu di sini, namaku Raffles," katanya sambil menidurkanku kembali.

Aku masih menatap geriknya. Apa kah Raffles ini pantas kupercaya atau tidak? Dia terlihat begitu berbeda dengan orang-orang, atau mungkin pakaian orang sekitar sini memang begitu?
"Apa kau dari sini, Raffles?" tanyaku dan dia mendongak.
"Bisa dibilang tidak, aku dari Bumi. Apa kau mengenal planetku?" tanya dia. "Apa itu penuh dengan tanaman hijau dan air? Aku sempat bermimpi melihat dunia seperti itu," kataku sedikit berpikir dan mengingat mimpiku.
"Yup, kau benar sekali. Omong-omong, apa kau adalah makhluk karbon?"
"Maksudmu? Aku tak mengerti yang kau katakan," ucapku.
"Ya, makhluk yang bisa menghasilkan karbondioksida, maksudku apa kau mengihirup oksigen? Karena aku rasa aku bisa bernapas cukup lancar di sini, aku juga merasa gravitasi planet ini cukup besar. Di sini aku bisa berjalan tegak," katanya. Aku terus menatapnya, dia mengangkat alis dan tersenyum kecil. Tiba-tiba saja aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam diriku, saat aku menatapnya, aku menyukainya.
"Berapa umurmu?" tanyaku. "Dua puluh tiga."
"Oh, semuda itu kah? Aku tak percaya jika kau berumur sedini itu, umurku saja seratus tujuh puluh tahun, dan sebentar lagi seratus tujuh puluh satu tahun," kataku dan dia terkekeh. "Rotasi dan revolusi Bumi berbeda dengan Gliese, di Bumi satu tahun sama dengan 365 hari, sedangkan di Gliese hanya 37 hari, itu mengakibatkan umur kita sama namun berbeda sepuluh kali," ucapnya lalu menghela napas.
"Jika aku tinggal di sini, umurku mungkin 235 tahun, kiranya."
"Ya, aku mengerti. Bagaimana dengan keadan tanah bumi?"
"Lebih baik dari yang di sini mungkin, namun tak beda jauh. Bagiku, kau adalah alien," katanya.
"Aku bukan alien, kau yang alien!" kataku membantah. Dia tertawa-tawa. Melihat tawanya, aku merasa yakin bahwa aku mulai menyukainya.
"Kau dan aku adalah alien," katanya. "Oh ya, mengapa pakaianmu seperti itu?"
"Ini pakaian astronot, lagipula di sini dingin sekali. Aku harus menghangatkan diri, apa air di sini sering membeku?" katanya sambil memeluk tubuh.
"Kadang-kadang, tapi aku sudah biasa tinggal di sini. Bagaimana dengan bumi?" kataku sambil menatap sekitar.
"Kupikir bumi memiliki posisi yang sangat pas, kau akan suka mungkin tinggal di sana," katanya duduk di sampingku.
"Oh ya, apa makanan yang biasanya kau makan? Aku ingin mencoba mencicipinya, nanti aku buatkan makanan bumi," ucapnya menawarkan.
"Idemu cukup bagus, aku ingin mencoba mencicipi makanan bumi, mungkin rasanya cukup sama."
-
Tiga hari aku mengenal Raffles. Tiga hari itu juga aku tak keluar dari rumah karena Raffles yang menjaga dan merawatku. Sekarang tangan kiriku sudah lebih baik, ini semua karena Raffles. Menurutku Raffles adalah pria yang begitu baik dan ramah. Aku bisa begitu mengenalnya dekat selama tiga hari ini. Bahkan, aku bisa yakin bahwa aku telah mencintainya, Raffles adalah cinta pertamaku.
"Glisa," katanya. Aku mendongak dan menatapnya.
"Ya?"
"Bolehkah aku berkata sesuatu?" katanya dan aku mengangguk. Dia mendekat dan menghampiriku yang masih terduduk di depan meja makan. Dia duduk di depanku dan menggenggam tanganku dengan tangannya yang dibaluti kostum tebal. Matanya sedikit panas dan membuatku kebingungan.
"Maafkan aku, aku mencintaimu," katanya sambil menggenggam keras tanganku. Aku menatap tangannya, lalu kualihkan pada matanya. Mata biru pucatnya berkilauan, jantungku seakan berpacu keras melewati batas biasanya.
"Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu lebih dari yang kau tahu. Aku mencintaimu sejak awal kita bertemu," balasku. Dia tersenyum kecil. Matanya menampakan raut kegelisahan. Dia menarikku berdiri dan keluar dari meja, lalu dia memelukku erat dengan pelukan yang serasa janggal.
"Berjanji lah bahwa kita akan tetap bersama, kau dan aku adalah satu. Walau kita berbeda, kau adalah bagian hidupku. Aku tahu itu, semuanya nampak jelas di mimpiku."
Dia memelukku erat dan langsung melepaskannya saat ucapannya selesai. Dia tersenyum padaku dan berjalan ke luar dari rumahku. Dipakainya lagi helm yang menutupi wajahnya, aku hanya menatapnya bingung dan tak mengerti. Ada apa dengan Raffles? Apa yang membuatnya begitu berubah?

Raffles berlalu dari pandanganku. Aku berjalan menuju kasurku. Saat ini aku masih mencoba mencerna kata-kata Raffles, kata-kata yang begitu tak aku mengerti.

Segera kududuk di atas tempat tidurku, namuh sekilas aku melihat lipatan kecil di bawah bantalku. Kutarik kertas itu dan kuambil, di sana terdapat tulisan dan kata yang dirangkai menjadi berbagai kalimat.

"Dari: Raffles.

Untuk Glisa, Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku. Sebelumnya aku tak pernah menyangka ini, aku tak pernah berpikir bahwa aku akan tertarik padamu. Aku menyesal melakukan ini. Sebenarnya, aku tak akan bisa datang ke tempat ini tanpa alat canggih yang Ayahku ciptakan. Juga mesin waktu yang diciptakan oleh teman Ayahku. Awalnya, Ayahku sedang mencari planet yang nantinya akan dijadikan pengganti bumi. Diperkirakan beberapa ratus tahun yang akan datang peradaban di bumi musnah, ini semua karena akibat pemanasan global dan efek rumah kaca yang terjadi di bumi dan kerusakan lainnya. Pada saat itu, teman Ayahku menemukan sebuah planet yang dibilang cukup mirip dengan keadaan bumi, planet itu adalah planet yang sekarang kau tempati, Gliese 581g. Gliese 581g cukup menunjukan bahwa adanya tanda-tanda kehidupan, juga gravitasi yang cukup. Walau keadaannya dingin, namun hal ini cukup mendukung untuk kehidupan manusia. Saat itu, tepat dua puluh tahun yang lalu, Ayahku mencari seorang anak yang kira-kira bisa dikirimkan dan dijadikan informasi saat dia besar nanti. Dan akhirnya, Ayahku menemukan seorang gadia kecil dari panti asuhan, saat itu usianya baru tiga bulan. Lalu dengan mesin yang Ayahku ciptakan, Ayahku memasukan gadis itu ke dalam pesawat. Dengan alat yang Ayahku ciptakan, pengubah benda ke dalam partikel cahaya, Ayahku mengubah pesawat dan anak itu menjadi partikel cahaya dan meluncur cepat ke angkasa menuju Gliese 581g. Namun, bayi itu diluncurkan pada dua puluh tahun sebelumnya, artinya mereka menggunakan mesin waktu ke dua puluh tahun lalu saat mengirimnya, karena perjalanan menuju Gliese 581g kira-kira 20,5 tahun dengan kecepatan cahaya, jadi pada saat Ayahku kembali ke masanya, bayi itu telah meluncur selama 20 tahun.

Saat ini, Ayahku yang akan pergi menuju Gliese 581g, namun bersamaku. Kami berangkat dua puluh tahun kemudian karena menunggu besarna bayi yang dikirim. Kami berangkat berbanyak, dengan sepuluh pesawat yang akan meluncur. Namun keberangkatan itu diundur ke duapuluh tahun lalu, karena perjalanan yang akan lama. Ayahku menunggu bayi besar sambil menunggu informasi yang lebih lanjut tentang Gliese 581g. Juga semuanya akan mudah dengan adanya mesin waktu. Dan saat itu, berangkat lah kami dalam partikel cahaya menuju Gliese 581g. Kami tak mengalami penuaan karena kami dalam bentuk cahaya. Jadi kami datang di planet ini dengan umur yang sama seperti sebelumnya, tanpa menua 20 tahun.

Tepat beberapa hari lalu kami mendarat dengan selamat. Di sini, aku ditugaskan untuk mencari informasi tentang bayi yang pernah dikirim ke sini bertahun-tahun lalu. Aku langsung mengenal bayi itu karena dia berbeda dengan yang lainnya, dan aku yakin bahwa bayi itu adalah kau!..."

Aku terhenti saat membaca kalimat itu. Ini sungguh sulit dicerna, apakah Raffles sekarang sedang memberikan semua cerita yang telah aku beritahukan padanya tentang planet ini? Mungkin kah dia telah memberitahukan semuanya? Yang artinya, Gliese 581g kini akan berada di bawah kuasa manusia dan peradaban kami musnah?

Tanpa menyelesaikan surat Raffles, aku segera berlari keluar. Kulihat makhluk Gliese 581g tengah dikurung dan dipaksa masuk ke dalam sebuah jeruji besar di sana. Tanganku yang masih menggenggam surat Raffles gemetaran hebat, kulihat kata terakhir yang ada di sana. ".... tenanglah, aku menyembunyikan beberapa temanmu di bawah tangga rumahmu. Maafkan aku, sekali lagi maaf aku tak bisa membantumu. Aku harap kau bisa bersembunyi dan aman daripara manusia yang mencari informasi darimu.

Aku mencintaimu, Raffles"

Aku melipat surat itu dan memasukannya ke dalam kantung bajuku. Aku berlari ke dalam rumah dan mencari ruang bawah tanah di rumahku. Apa benar ada ruang bawah tanah di rumahku ini?

Aku mencari kesetiap penjuru rumah, sampai akhirnya aku merasa ada yang aneh dengan perapian di rumahku, aku merasa ada sebuah lorong di sana, mungkin kah jalan menuju ruang bawah tanah di sana?

Aku memasuki perapian, bajuku sedikit bercampur abu dan aku mencoba mengoreknya. Di sana ada sebuah tombol merah yang tertutupi tumpukan abu. Aku menekannya dan tiba-tiba saja aku beranjak turun ke bawah di atas abu itu dengan keras. Saat aku sudah mencapai di bawah, aku melihat beberapa kumpulan orang yang ada di sana. Saat aku datang, orang-orang itu langsung menatapku dan salah satu mereka mendekatiku.
"Apa kau Glisa?" tanya dia. Aku beringsut bangkit. Aku menepuk rok dan keluar dari abu tadi. Sesaat papan meluncur ke atas dan kembali ke tempat semula.
"Ya, aku Glisa," ucapku pada mereka. Mereka semua langsung bersorak, mereka memang mirip denganku, namun tubuh mereka sedikit membungkuk seperti orangtua dan masyarakat di tempatku dulu.
"Kau lah satu-satunya harapan kami, kau lah satu-satunya yang bisa menyelamatkan kami," kata seorang dari sana. Aku tersenyum kecil.
"Kalian jangan khawatir, kita pasti bisa mempertahankan Gliese 581g," kataku menyemangati mereka. Aku mengambil liontinku dari saku celanaku. Walau pun kristalnya pecah, namun kalung ini masih bisa aku pakai.
"Ini adalah lambang Gliese 581g. Ini adalah kristal Zogo, walau pecah, namun aku yakin kita bisa bersatu lagi," kataku melanjutkan.
"Glisa, apa yang harus kita lakukan?" tanya seorang dari mereka.
"Kita harus melawan, persiapkan persenjataan kita sekarang, kita harus bisa mempertahankan Gliese 581g, kita pasti bisa!"
 -
Aku menatap nanar langit yang mulai berubah gelap. Kini permukaan tanah mulai memunculkan bias warna merah. Angin dingin mulai berhembus keras. Aku menatap peradaban Gliese 581g yang tersisa dan belum ditangkap, mereka memang sedikit namun aku yakin peradaban Gliese 581g tak akan punah. Dengan persenjataan seadanya, aku memimpin pasukan kecilku keluar dari persembunyianku. Saat aku keluar, Raffles memandangku kaget dan cemas. Aku menatap pasukanku dan mengangguk mengisyaratkan untuk penyiapan penyerangan. Mereka balas mengangguk dan terlihat siap.

Aku berjalan maju ke depan dan berteriak,
"Hey, manusia! Apa yang sedang kalian lakukan pada bangsaku?! Kalian tak berhak untuk mengurung dan membunuh mereka!" teriakku lantang.
"Kau siapa gadis kecil? Apa kau gadis yang dikirimkan dari bumi? Kulihat kau sedikit berbeda dari mereka," balas seorang pria beruban yang berdiri di samping Raffles, Raffles melengos pergi dan tak menatapku. Pria beruban itu berjalan menghampiriku.
"Ternyata benar, kau gadis itu!" katanya.
"Enyahlah dari tanahku! Jangan kau kotori planetku dengan langkah busukmu!" ucapku kasar padanya.
"Oh, oh! Siapa dirimu? Apa kau Tuhan yang memiliki semua ini?" katanya dengan senyum hambar.
"Siapa diriku? Aku pemimpin Gliese 581g. Aku hidup dan dibesarkan di sini bukan untuk memberitahukan rahasia Gliese 581g padamu! Aku di sini datang untuk melindungi rakyatku! Maka dari itu, lepaskan mereka, bebaskan rakyatku dari kekanganmu!" teriakku tepat di depan wajahnya. Dia tersenyum hambar.
"Kau berani melawan padaku? Apa yang kau punya?" katanya. Aku menarik liontinku dan menunjukannya pada dia.
"Gliese 581g akan tetap menjadi milikku dan seluruh rakyatku, bukan manusia!" ucapku menekan sambil membuang muka dari hadapannya. Aku berbalik dan berjalan menjauhi dirinya. Selama beberapa menit aku tak melihatnya, aku juga tak mendengarnya. Namun tiba-tiba...

Duaarr! Aku kaget dan langsung berbalik, mataku terbelalak dan aku terpaku. Mataku mendadak panas dan berair ditebak angin. Kulihat kobaran merah di selatan dan itu begitu besar. Tidak, ini tak boleh terjadi. Pria beruban itu tersenyum sinis dan memasukan sebuah benda dengan beberapa tombol di sana ke dalam saku bajunya. Keadaan mendadak begitu panas dan menggerahkan. Kutatap penuh kebencian siluet wajah yang dimakan usia itu, dia telah berhasil memusnahkannya. Orangtuaku, tetua Vad, ledakan itu muncul dari arah tempat tinggalku dulu.

Aku berteriak sekencang-kencangnya. Air mataku tumpah dan kebencianku semakin membuncah. Dadaku terasa terbakar dan liontinku kembali bergetar. Mata merahku menatap pria itu penuh kebencian yang sebelumnya tak sebesar sekarang, kebencian yang tiada akhirnya. Kutarik sebuah belati dari kantongku, dan kuberlari sekuat tenaga menuju pesawat pria itu, pasukan yang ada di belakangku berlari mengikutiku dan menyerbu kawasan baja kokoh itu, dan akhirnya, peperangan pun tak bisa diragukan lagi, semuanya telah dimulai. Peperangan, perjuangan dan darah yang akan tertumpah.
-
 Aku berjalan sempoyongan. Darah merah yang keluar dari lenganku begitu sakit dan perih. Ternyata benar, aku adalah manusia, salah satu dari mereka. Darah-darah yang mengucur dari pasukanku berwarna kehitaman.

Kugenggam lengan atas kiriku dengan tangan kananku. Kuberjalan dengan seluruh sisa tenagaku. Belatiku masih kusimpan dan kubawa. Aku sepertinya akan kalah, Gliese 581g akan musnah.
"Glisa, apa lagi yang harus kita lakukan?" kata seorang dari mereka. Kutatap pasukanku, mereka semua sudah begitu terluka dan lemah.
"Apa perlu kita melanjutkannya? Kurasa kita sudah kalah," ucapku mengeluh.
"Aku mendukungmu, Glisa. Kita pasti menang!" ucap yang lain, aku menatap mereka nanar.
"Tapi aku tak mau melihat kalian terluka, apalagi lebih terluka dari keadaanku sekarang. Sudah banyak rakyat Gliese 581g yang musnah, aku tak ingin kalian menjadi hal yang sama," kataku. Mereka terdiam, rakyat Gliese 581g yang tersisa kini hanya sedikit dan aku tak yakin jika aku akan menang nanti.
"Tidak, kita pasti menang!" ucap sebuah suara yang begitu tak asing bagiku. Aku langsung bangkit, kulihat senyum itu menyinari wajahnya. Seulas senyum yang begitu tenang.
"Raffles," kataku sambil menatapnya.
"Aku adalah sekutumu, kita di sini untuk berjuang, bukan untuk menyerah." Dia tersenyum, aku balas tersenyum padanya. Aku tahu, Raffles pasti akan memihakku dan yang lain, aku tahu Raffles memilih setia padaku. Namun, berarti dia sekarang telah mengkhianati Ayahnya?
"Aku senang kau memihakku, namun bagaimana Ayahmu? Bukan kah Ayahmu memiliki impian untuk menetap di planet ini?" tanyaku. Raffles terdiam dan menunduk. Entah apa yang ingin dia utarakan, namun sepertinya ada sesuatu yang menjejali perasaannya.
"Aku tahu Ayah sudah berusaha keras untuk bisa sampai di planet ini, namun aku tidak bisa menyangkal bahwa hal yang telah dia lakukan pada penghuni makhluk ini begitu kejam. Tak seharusnya Ayah melakukannya," kata dia.
"Lalu apa pilihanmu? Apa kau akan berdosa?" Dia hanya menggeleng.
"Entah, aku menyayanginya. Tapi aku tak terima sikapnya jika itu mengancam keselamatanmu, aku tak ingin kau pergi. Lagipula bumi masih bisa kita lakukan perubahan, aku tahu. Gara-gara mesin waktu, kami menjelajah masa depan dan menemukan bumi musnah akibat bencana dan ulah manusia sendiri. Bukankah tak ada kata terlambat untuk memulai segalanya?" kata dia. Aku hanya mengangguk.
"Kita lakukan saja secara baik-baik. Aku tak ingin kekerasan dan darah yang harus jadi taruhannya, aku wanita. Aku tak sekuat pria," kataku.

Raffles langsung mengajakku dan pasukanku untuk menemui Ayahnya. Dia akan bilang bahwa semunya harus diakhiri. Juga dia tak mau ada orang yang harus terluka karena keegoisan manusia.
"Ayah!" teriak Raffles.
"Apa yang kau lakukan bersama mereka, Raffles?" tanya Ayahnya kaget saat melihat aku dan sisa pasukanku berada di belakang Raffles.
"Ayah, kumohon hentikan peperangan ini! Aku tak ingin ada orang yang terluka karena keegoisan kita! Mereka menderita setelah kita mendarat di sini, Ayah," ucap Raffles saat Ayahnya menghampirinya. Mata biru tua milik Ayahnya menatapku tajam.
"Apa yang kau lakukan pada anakku?" kata dia dengan suara menekan padaku.
"Aku tak melakukan apa pun!"
"Ramuan mujarab apa yang kau berikan sehingga anakku menjadi berbalik pemikiran?!" katanya lebih menekan lagi.
"Tidak, Ayah. Glisa tak melakukan apa pun, kumohon Ayah, kita jangan menganggu lagi peradaban Gliese 581g!" ucap Raffles.
"Rupanya kau telah dicuci otak, nak! Apa hal yang membuatmu seperti ini?" "Ayah, kumohon!" kata Raffles memelas.
"Tidak, Ayah tak akan keluar dari sini! Kau memang anak yang tak berguna!" caci Ayah Raffles padanya.

Raffles hanya diam tak berkutik. Aku menepuk pundaknya dan dia malah menyingkirkan tanganku. Raffles mengeluarkan sebuah remot yang berisi banyak tombol. Saat Raffles akan menekan tombol itu, tiba-tiba...

Duaar! Ledakan itu menyeret aku dan Raffles terbang dan terbanting. Begitu juga pasukanku yang tersisa. Bau anyir mulai tercium di mana-mana. Aku terbaring tepat di samping Raffles.
"Kau akan membunuh Ayahmu dengan bommu, Nak? Tidak-tidak, aku lebih cepat darimu! Jangan pernah berpikir bahwa kau lebih pandai dariku!" suara sinis itu dibarengi dengan sebuah senyum sinis. Terlihat Raffles begitu lemas dan darah berlumuran dari tubuhnya.
"Ta-k akan kubiarkan!" katanya sedikit terjeda.

Mendadak suasana menjadi berwarna merah kejinggaan. Lidah api keluar dari matahari yang baru saja terbit dari ufuk timur. Semasa hidupku tak pernah kulihat hal seperti ini. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupku. Pertama kali!

Aku menggenggam tangan Raffles yang ada di sampingku. Keadaan semakit panas dengan lidah api yang menjulur ke luar dari cahaya matahari. Aku menggenggam erat tangan Raffles yang berlumuran darah, tak jauh dengan keadaan tanganku sekarang.
"Kita akan selamanya bersama, kita akan mati bersama," desahku sambil menggenggam tangannya lebih erat lagi.

Raffles sedikit menahan rasa sakit yang dideritanya. Begitu pun denganku, aku sudah tak bisa lagi bangun dengan keadaan burukku ini. Hampir tak bisa. Manusia di sana tampak kaget sekaligus terpukau melihat lidah api matahari yang begitu besar dan menimbulkan radiasi. Raffles mengeluarkan sebuah remot dari bajunya dengan seluruh sisa tenaganya.
"Aku tahu kemenangan-yang mutlak itu tak ada, walau kita- bertempur dalam- satu peperangan, tak akan ada satu detik pun- keabadian, aku harus melakukannya. Bom yang sudah kutempatkan, jika aku mati, maka kita semua harus mati," katanya sedikit tersendat-sendat. Aku menatap ke atas, kurasakan pahit yang begitu dalam dan serentetan nostalgia manis yang bersatu dalam sebuah kehidupan. Aku membayangkan betapa senangnya hidupku di masa lalu, di masaku kecil dan tak tahu apa-apa. Kehidupanku sangat harmonis, tak ada kekacauan dan tak ada kesakitan. Tapi sekarang, kenangan manis itu baru kurasakan begitu manis saat aku harus kehilangan segalanya. Dan aku merasa di atas sana ada sebuah keabadian setelah aku menutup mata dan melayang.
"Kau benar, tak ada kemenangan mutlak, semuanya tak ada artinya. Walau sekarang kita tak akan jadi abu, mungkin kita akan terpanggang jadi arang."

Raffles menatapku dengan pandangan sayu. Usai kuberucap, air mataku tumpah bersama darah yang terus bercucuran. Raffles menekan tombol peledak bomb yang telah dia siapkan dan membuat ledakan yang begitu besar. Rasanya seluruh Gliese 581g punah setelah ledakan itu menggema. Kapal baja itu rusak, tubuh itu terpelanting jauh dan darah bercecer di mana-mana. Walau Raffles menyimpan bom itu di dalam kapal baja, aku ikut terpelanting jauh dan merasa seribu kesakitan. Adil, ini yang paling adil yang harus Raffles lakukan. Jika mereka merasakan kematian, maka dia dan aku pun sama. Walau Gliese 581g punah, bukan berarti aku tak akan mendapat lagi kehidupan. Yang aku rasakan sekarang, aku begitu hampa dan bahagia bersama tanganku yang masih bergandengan dengan Raffles. Mungkin aku akan hidup bahagia bersama dengan Raffles di keabadian. Atau mungkin juga aku akan dipanggang di neraka bersama Raffles yang telah membunuh mereka semua. Entahlah, yang kurasa kehidupan baruku telah dimulai. Kehidupan di mana kesakitanku akan berakhir dan aku akan bebas.

-Selesai-

Variabel X

Atmosfer tebal menyelubungi seluruh tubuhku. Kaki dan tanganku bergerak sedikit kaku. Ruangan ini sungguh sesak dan amat pengap. Sampai-sampai, aku sedikit tak nyaman berdiam diri di ruangan yang sempit ini.

Sekilas kulihat bayangan seorang berlalu dan menurunkan sesuatu di depanku. Sesuatu itu berputar dan dapat jelas kulihat ada seseorang di dalamnya. Getaran timbul dan memasuki telingaku sehingga menimbulkan sebuah suara yang aku mengerti apa itu. Secara mendadak adegan itu terpampang jelas di depanku. Seorang pria bermata hijau mengkilat dengan rambut coklat yang berantakan.

Pria itu berlari cepat bagai kilat dan menembus seisi kota. Gerakannya sangat gesit dan senyum miris terulas jelas di lipatan wajah mudanya. Pria itu tertawa hambar sambil membawa sekantong uang yang baru saja dia ambil dan curi dari bank. Dan saat ini dia sedang dalam pelarian agar tak akan tertangkap.

"Yeayyy!" teriaknya dengah suara nyaring dan keras.

Pria itu meloncati gedung dan membiarkan diri turun ke atas tanah. Pria usia tujuh belasan itu mengapung di udara dan membuat orang di sekitarnya kaget bukan kepalang. Dia sudah beberapa kali melakukan hal tersebut dan sudah menjadi biasa dan amat tak asing di telinganya. Di kotanya, dia diberi julukan "Red Devil" karena dia amat sulit ditangkap dan sangat nakal.

Pria itu mendarat sempuna di atas tanah dengan kedua kaki yang berdiri tegak di sana. Dia sedikit menengok ke sekitarnya dan kembali berlari setelah dirasa keadaan benar-benar telah aman. Dia terus melewati malam dan terus melangkah gagah. Senyum licik penuh kemenangan terpampang jelas di wajahnya. Juga langkah kaki yang amat cepat terdengar sangat bergemuruh di telinganya.

"Aku kembali berhasil. Tak ada satu pun orang yang bisa menangkapku, hahaha!" ucapnya dengan nada curang dan tawa misterius.

"Itu dia, dia di sana! Cepat kejar dia!" teriak seorang pria dari belakangnya.

"Ada apa ini? Mengapa bisa mereka menemukanku? Aku harus segera melarikan diri."

Pria itu segera berlari dan bersembunyi di balik tong kayu yang sedikit besar. Dia berjongkok di sana dan mulai melakukan sesuatu hal, dia menatap ke arah belakang dan langsung tersenyum sinis. Di mana di sana terdapat ribuan misteri yang amat sulit untuk diungkapkan.

Sementara para polisi itu terus mencari pria tersebut dan memeriksa ke setiap sudut tempat. Dilihatnya bayangan seorang pemuda dan polisi itu langsung mengacungkan pistol ke arah yang dia maksud. Tangannya hampir menembakan peluru ke arah tong kayu yang ada di sana. Namun secara perlahan, polisi itu berjalan menuju tong itu dan langsung menjulurkan pistolnya saat dia meloncat ke arah tong.

"Apa? Ke mana dia pergi?" tanya dia bingung saat mendapati bahwa orang yang dicarinya tak dia temukan.

"Selamat tinggal pecundang!" teriak seorang pria dari kejauhan. Para polisi itu langsung memicingkan matanya dan menangkap bayangan orang yang berlari dan hilang menembus malam. Semuanya langsung merasa pekerjaannya sia-sia dan gagal menangkap pemuda itu.

"Dia kabur lagi, hah! Variabel X yang rumit, padahal kurasa aljabar tak sesulit itu," kata seorang.

"Dia iblis, dia teroris. Dia terlalu gesit untuk masuk ke dalam penjara kita, seharusnya kita langsung hukum mati dia, berpuluh-puluh kali kita gagal, tapi kita yakin bahwa pemuda itu pasti akan kita tangkap. Penghancur gila!" kata yang lain.

Scene beralih. Kini layar proyektor yang berdiri di depanku menunjukan adegan saat pemuda tersebut tengah berkutat pada pekerjaannya di tengah hujan. Dia sedikit menggambar sesuatu di perkamen panjang dan beberapa kali menghapusnya. Walau pun suara hujan di luar terlihat begitu deras, tapi dia mencoba terus berkonsentrasi dan menyelesaikan pekerjaannya.

Secara mendadak, dia bangkit dan mulai menggulung perkamen menjadi sebuah gulungan yang kecil. Dia menyelipkan gulungan itu di balik jaket hitam tebalnya yang sedikit kotor. Dia berjalan dan menutup kaca jendela yang terkena embun dan air. Sejenak dia terdiam dan mencoba menerawang. Namun sejenak kemudian dia benar-benar menutup jendela tersebut. Segera dia ambil payung dan mengerupusi kepalanya sehingga yang tampak hanya bagian muka saja. Dia mengambil sepatu hitamnya dan langsung pergi ke luar. Dibukanya payung dan dia berjalan dalam gelap dan derasnya hujan. Saat itu waktu terlihat masih cukup siang, namun karena hari begitu mendung dan langit gelap, hampir mirip malam saja.

Pemuda itu berjalan. Matanya menatap arah yang berdiri di depannya. Kabut dan air hujan sedikit menyamarkan pandangan. Namun kelihatannya tekad pemuda itu terlalu kuat untuk terus berjalan. Dia mungkin akan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri atau merenung. Atau mungkin dia akan kembali melakukan kejahatan dan mengelabui para polisi itu.

Dia memandang liar sekitar. Jalannya sedikit dia cepatkan dan dia segera beranjak berlari dan memasuki sebuah rumah yang sedikit terpencil dari yang lain. Bisa jadi rumah itu adalah tempat persembunyiannya, karena polisi itu bilang dia adalah seorang teroris.

"Halo?" katanya pelan sambil membuka pintu kayu ek yang berdecit di sana. Dia segera masuk dan menutup pelan lagi pintu. Dia mengambil gulungan perkamen dan berjalan menuju ruangan yang ada di pojok. Saat itu suasana sangat hening sehingga hanya suara tetesan air hujan saja yang terdengar memenuhi telinganya.

"Ada orang di dalam, oh!"

Perkamen yang dia pegang terjatuh begitu saja. Matanya yang berkilat terlihat mulai mengeluarkan cairan bening dari sana. Dia terpaku dan terbungkam tanpa bergerak sedikit pun. Kakinya bergetar hebat seolah sesuatu yang buruk telah terjadi.

Scene kembali berubah. Pada saat itu petir menggelegar hebat dan langit begitu gelap pekat. Badai tampak akan datang karena warna awan yang muram dan begitu hitam. Juga karena dorongan dari petir yang terus menggelegar hebat dan memekakan telinga.
"Dia berlari ke arah timur, membawa dua kantong besar dan menghancurkan toko. Aku sempat melihat sekilas wajahnya, rambutnya coklat dan matanya hijau berkilat. Dia terlihat masih muda dan tampan, dia memakai jaket hitam tebal dan celana jeans coklat. Badannya tinggi dan dia tak terlalu kurus atau pun gemuk. Juga terdapat bekas jahitan di dekat alisnya," jelas seorang pria usia empat puluhan. Dia menatap tokonya yang baru saja dirampok seseorang.
"Red Devil, si Variabel X!" terka seorang detektif.
"Kau benar Le, dia berlari ke timur. Sekarang kita harus menangkapnya, kita tak boleh kehilangan dia!" kata polisi.

Semua serentak mengangguk dan langsung berlari mencoba mengejar Red Devil atau si Variabel X. Dia memang misteri bagi semua orang, sepertinya. Coba saja pikirkan, dia selalu berhasil lolos dan kabur dari para polisi itu. Dia tak pernah gagal dalam menghadapi mereka, dia hebat namun jahat. Tapi aku menyukai kehebatannya itu.

Sementara di tempat lain, pria dengan mata hijau yang berkilauan itu berlari dan tampak sedikit kelelahan. Ingin sekali dia berteleportasi-kemampuan untuk berpindah tempat dalam hitungan detik yang mencapai 300 km/detik-dan menjauhi para polisi itu. Dan entah hal apa yang membuatku tahu bahwa itu yang si pemuda inginkan. Seperti dia telah melakukan telepati-kemampuan memberikan informasi atau berkomunikasi dalam jarak jauh dengan bantuan otak-padaku.

Dia terus berlari melintasi perumahan dan pepohonan. Suara sirine mobil polisi mulai terdengar dari arah belakangnya. Tak lama, dia mendapati cahaya perak menyilaukan mata yang meyinari tubuhnya. Dia terperangkap! Helikopter telah memblokir jalannya!
"Sial," gerutunya dengan nada kecewa.
"Diam di tempat! Kau dikepung Variabel X! Turunkan tasmu dan angkat tangan!" kata seorang polisi sambil menodongkan pistolnya ke arah pemuda itu.
"Kau tak bisa ke mana-mana sekarang!" kata yang lain.

Pria itu mengangkat kedua tangannya. Seseorang menyeret dia kasar dan langsung memborgolnya. Pria itu masuk ke dalam salah satu mobil polisi dan segera bergerak menuju kantor. Pria itu memicingkan mata dan menatap satu per satu dari mereka.
"Kita yakin bisa menangkapnya, kau hebat juga, Nak! Beberapa kali kau bisa kabur dari kami. Kami tak mudah dikelabui, lain kali kau harus memodifikasi dirimu menjadi lain, agar kau tak akan tertangkap!" kata polisi yang menyetir di sana. Pria itu tersenyum hambar.
"Kalian tak akan bisa menangkapku, jangan menyombongkan diri terlebih dahulu!" katanya dengan mata hijaunya yang masih berkilat.
"Kau ada di tangan kami, Nak! Jangan mengira kami bodoh!" kata seorang yang duduk di sampingnya.
"Justru kalian yang jangan menganggapku bodoh! Aku berani taruhan, kalian tak akan bisa mengurungku lebih dari satu jam, bahkan setengah jam!" katanya dengan mata yang berkilat.

Serentak polisi yang ada di sampingnya menodongkan pistol ke pelipis pria itu. Red Devil, atau kerap dilandi Variabel X karena ketersembunyiaannya yang mirip pada aljabar tersenyum sinis sambil memandang jendela mobil yang berembun.
"Silahkan kalian tembak aku. Bahkan dengan senjatan lain, jika ingin kau boleh melemparkanku ke aspal dengan keras. Kau bisa melakukannya jika kalian bisa!" kata pemuda itu angkuh dan membuat si polisi semakin menekan dan hendak melepaskan peluru di dalam pistol.
"Jangan merendahkan kami! Kau yang tak boleh menyombongkan diri! Kami dipihak yang benar dan kau salah, yang benar lah yang selalu menang!" kata polisi itu menatap tajam pemuda itu.
"Tak selamanya jalan lurus adalah benar, hidup ini punya pilihan. Dan tak selamanya lurus selalu yang jadi pilihan," ucap Red Devil tegas.
"Yang lurus yang benar! Kau salah, kami tahu! Kau buronan, kau telah lama dicari, kau melakukan banyak kejahatan. Bagian mana yang kau sebut benar? Apa memang kau telah benar dengan menghancurkan toko atau bank dan mencuri uang mereka?" tanya polisi yang menodongkan pistol dengan nada menekan.
"Aku tak pernah membunuh satu orang pun dari mereka, aku hanya mengambil uangnya!" pekik Variabel X. "
Tapi itu bukan hakmu!"
"Tapi mereka menghamburkan uang itu!" balas Red Devil.
"Itu bukan hakmu! Kita memang mengamalkan HAM, tapi itu dibatasi dengan hak orang lain! Kau tak boleh mengganggunya!" balas polisi itu. Red Devil menatap sinis dan merasa dihina olehnya. Kini dia beranikan diri untuk memberontak dan melawan mereka.
"Aku tak pernah takut pada kalian, silahkan tembak aku sekarang!" katanya dengan senyum kecut yang penuh kemisteriusan.

Polisi itu mulai naik darah. Tanpa pikir panjang, dia melepaskan peluru ke arah kepala Red Devil dengan cepat. Secara bersamaan, laju mobil tak menentu dan mobil medadak secara cepat. Red Devil masih utuh dan tak terluka. Dia membuka borgol di tangannya dan langsung menghilang dengan kepingan abu yang bersarang di atas jok mobil tersebut. Semua yang ada di sana membelalak dan lagi-lagi kecewa. Red Devil kembali melarikan diri.

Setelah itu muncul lah adegan seorang pria yang muncul secara tiba-tiba di atas bukit dan di tengah bulan purnama. Dia tertawa licik atas kemenangannya kini kabur dari para polisi itu. Telekinesis-kemampuan menggerakan benda dengan pikiran-yang dimilikinya benar-benar membantu dia untuk melarikan diri. Saat itu dia memcopoti semua peluru yang ada di senapan polisi dan membuka borgol. Dia juga yang membuat laju mobil tak berarturan dan berhenti mendadak. Dan dia langsung berteleportasi untuk melarikan diri dari mereka. Hebat dan Jahat! Dia benar-benar luar biasa, kelak nanti akan ada seorang anak yang terlahir ajaib seperti dia. Dan aku tak tahu mengapa jalan pikiranku sama seperti dirinya.

Dia tertawa, begitu pun aku. Tiba-tiba aku merasakan sebuah dorongan yang amat besar dan menyuruhku keluar. Aku merasa sesuatu menarikku dan semakin menarikku. Pandanganku menggelap, lalu aku melihatnya. Semuanya, aku benar-benar melihat semuanya. Aku bahagia, aku tertawa licik karena bahagia. Mereka mendengarnya sebagai jeritan, namun bagiku ini tawa hinaan. Mereka mendengarnya sebagai tangisan, namun bagiku ini tawa licik yang penuh kebahagiaan. AKU TELAH DILAHIRKAN! Dia lah aku, Red Devil atau si Variabel x. Dia lah aku, seorang pemuda tampan yang akan membuat kekacauan di kota. Dia lah aku, pria buronan yang penuh dengan kemisteriusan. Aku akan datang membawa visiku yang telah kutatap tadi. Aku telah datang dengan membawa kejahatan di masa depanku. Aku telah melihatnya, aku bangga. Aku telah lahir, aku akan datang. SELAMAT DATANG DUNIA, KEJAHATAN MENUNGGUMU, DI SINI! AKU AKAN DATANG DAN MEMBAWA KEHANCURAN! RED DEVIL, SI VARIABEL x.

Hai… Hai… Hai… Ketemu lagi dengan saya, Risty Arvel J
Saya miris melihat generasi muda sekarang lebih suka main games daripada membaca buku. Lebih suka nonton film daripada berpetualang dengan lembaran buku. Saya juga miris melihat tingkah laku anak-anak sekarang yang ortunya sibuk cari uang, sehingga anak-anaknya di rumah kurang perhatian dan memiliki sifat yang kurang baik.
Dengan dua alasan di atas, saya mengadakan lomba cerita anak dan fabel. Buku nantinya akan kami sumbangkan kepada beberapa SDN di Nusa Tenggara Barat.
Adapun persyaratan lomba sebagai berikut:
1.Lomba terbuka untuk umum.
2.Lomba dibuka dari tanggal 5 Desember sampai dengan 22 Desember 2013 (pukul 23:59 WIB). Hasil lomba akan diumumkan pada tanggal 27 Desember 2013.
3.Membagikan info lomba ke minimal 25 teman facebook, twitter, atau posting di blog pribadi (pilih salah satu).
4.Like FansPage “Penerbit Meta Kata” dan bergabung dalam grup Pena Meta Kata.
5.Lomba terdiri dari dua kategori yaitu cerita anak dan fabel. Panjang naskah maksimal 500 kata, ditambah biodata narasi maksimal 50 kata (lengkapi dengan akun facebook dan alamat email).Naskah dan biodata narasi tidak boleh dipisahkan.
6.Adapun pesan moral yang harus disampaikan dalam cerita (PILIH SALAH SATU) adalah : disiplin, kejujuran, suka menolong, Adil, rajin belajar, ramah-tamah, tidak egois, penyabar, patuh terhadap orangtua dan guru dan saling menghormati sesama. Jangan lupa tulis pesan moralnya di bawah naskah.Ingat : Naskah pesan moral dan biodata penulis menjadi satu file, tidak boleh dipisah.
7.File naskah menggunakan format Ms. Word 2003/2007, A4, Time New Roman 12pt, spasi 1.5cm, batas margin rata-rata 3 cm (1,18 inci) untuk setiap sisi.
8.Naskah yang sudah memenuhi persyaratan di atas, dikirim ke email: arvelristy13@ gmail.com (berupa attachmant, bukan di badan email).
9.Tulis subyek sama dengan nama file disesuaikan dengan dua lomba yaitu bila mengikuti lomba cerita anak maka tulis : Anak_judul_nama penulis sedangkan bila mengikuti lomba cerita fabel maka tulis Fabel_judul_nama penulis.
10. Setiap peserta hanya boleh mengirimkan satu naskah terbaiknya untuk masing-masing kategori, yaitu satu untuk cerita anak dan satu untuk fabel. Tapi tidak ada larangan bila hanya ikut salah satu kategori.
11. Satu naskah terbaik masing-masing kategori akan mendapatkan : Pulsa Rp 20.000 + Voucer Penerbitan Senilai Rp 100.000 + E-sertifikat. Seluruh kontributor tidak mendapatkan royalty tapi hanya mendapatkan diskon 10% s.d. 20% dalam pembelian buku terbit.
#Catatan: Hadiah dalam bentuk VOUCER PENERBITAN, hanya berlaku selama 6 bulan setelah pengumuman pemenang dan tidak dapat diuangkan juga tidak dapat digabungkan dengan voucer lainnya.
Yuk ikutan berpartisipasi mencerdaskan anak-anak bangsa!
Salam,
a.n.
Penanggungjawab
Risty Arvel

Rabu, 27 November 2013

Inspirasi.co menyelenggarakan lomba atau kompetisi menulis cerita
inspirasi berhadiah uang 11 juta rupiah. Kompetisi menulis cerita
inspiratif ini berlangsung selama 1 bulan dari tanggal 10 November
2013 sampai dengan 10 Desember 2013. Peserta diwajibakan menulis
cerita inspiratif berdasarkan pengalaman pribadi, orang lain, maupun
kisah fiksi yang dapat memberikan inspirasi kepada orang lain.
Tema: BERBAGI INSPIRASI
Syarat dan Ketentuan Lomba Menulis:
1.Genre naskah bebas, peserta bisa menulis cerita berdasarkan
pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, maupun kisah fiksi yang
dapat memberi inspirasi kepada orang lain.
2.Naskah asli/bukan jiplakan atau saduran dan belum pernah
dipublikasikan atau diikutsertakan dalam lomba lainnya.
3.Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, panjang antara 200-600 kata.
4.Tulisan diposting di forum Ekspresikan Karyamu! bagian BERBAGI
INSPIRASI di website www.inspirasi.co(Link:
http://inspirasi.co/forum/board/11)
5.Semua peserta wajib mendaftar sebagai member forum inspirasi.co
6.Mengisi formulir biodata peserta di sini: http://goo.gl/wMIeuR
7.Naskah diposting antara tanggal 10 November – 10 Desember 2013.
8.Link tulisan yang telah diposting disebarkan melalui akun media
sosial masing-masing seperti Facebook, Twitter, dan lainnya.
9.Pemenang lomba akan diumumkan 13 Desember 2013 di acara peluncuran
inspirasi.codan di website inspirasi.co
10.Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat.
11.Juri akan memilih 1 (satu) tulisan terbaik, 1 (satu) tulisan yang
paling banyak dikomentari, dan 10 tulisan terpilih yang paling banyak
di share di media sosial.
12.Hadiah:
*.Tulisan Terbaik – Uang Tunai Rp. 5.000.000,- + T-Shirt Inspirasi.co
*.Tulisan Paling Banyak Dikomentari – Uang Tunai Rp. 5.000.000,- +
T-Shirt Inspirasi.co
*.10 Tulisan Terpilih Yang Paling Banyak Di-Share di Jejaring Sosial –
Uang Tunai Rp. 1.000.000,- + T-Shirt Inspirasi.co
Waktu Pelaksanaan Lomba:
*.Pendaftaran dan pengiriman cerita: 10 November – 10 Desember 2013.
*.Pengumuman: 13 Desember 2013 di acara peluncuran inspirasi.codan di
website inspirasi.co
Contact Person:
*.E-mail: inspirasidotco@gmail.com
*.Website: http://inspirasi.co/forum /board/13

Kamis, 14 November 2013

Lomba Cerpen
Berhadiah total Rp 20.000.000, Deadline : 26 Desember 2013
Suka menulis? Yuk, ikuti kontes menulis Kau dan ACI. Selain hadiahnya oke punya, yang pasti untuk ikut kontes ini tidak dipungut biaya alias GRATIS! Apa saja syarat dan ketentuannya, silakan simak berikut ini.
Nama Lomba : Lomba Menulis Cerpen ‘’Catatan harian Kau dan ACI (Aku Cinta Indonesia)’’ versi KAMU.
Syarat:
1.Peserta merupakan Pelajar berusia 12 – 21 tahun
2.Peserta dapat mengirimkan lebih dari 1 (satu) karya
3.Kontes menulis dibuka hingga26 Desember 2013 pukul 23.59
4.Tidak dikenakan biaya apapun alias GRATIS
5.Peserta diwajibkan men-share info lomba ini melalui media sosial (Facebook/Twiter/dll)
Ketentuan:
1.Tulisan merupakan Cerita Pendek “Kau dan ACI” versi penulis dengan karakter pemainyang sudah di sediakan
2.Peserta boleh menambahkan karakter pemain yang dibutuhkan dengan imajinasi bebas.
3.Naskah cerita pendek berupa fiksi sepanjang 2 – 8 halaman. Ketik rapi spasi 1,5, font Calibri (11 pt) atau Times New Roman (12 pt), kertas A4,
4.Tulisan merupakan karya sendiri, bukan terjemahan, saduran, atau plagiat
5.Tulisan belum pernah dipublikasikan di media massa, baik cetak maupun elektronik, serta tidak sedang diikutkan dalam lomba/sayembara lain
6.Wajib melampirkan fotocopy/softcopy Kartu Pelajar atau fotocopy/softcopy akte kelahiran. kartu pelajar/akte bisa di scan atau difoto kemudian dilampirkan pada email.
7.Melampirkan biodata penulis pada halaman terakhir naskah. Isi biodata:
1.Nama
2.Tempat, tanggal lahir
3.Alamat dan tlp
4.Nama Sekolah
5.Alamat Sekolah
6.Akun Facebook
7.Akun Twitter
Naskah dikirim (dilampirkan di attach files, bukan di body e-mail) ke alamat e-mail: lombamenulis@kaudanaci.com.
Tulis judul e-mail dan file naskah dengan format:Nama Penulis – Judul Tulisan
Naskah menjadi milik panitia dan hak cipta tetap pada penulis.
Penjurian dan Hadiah
50 Pengirim Pertama akan mendapatkan merchandise film kaudanACI.
Dari keseluruhan finalis, akan diambil 11 pemenang, yang terdiri atas 1 pemenang utama pilihan juri dan 10 pemenang favorit pilihan voter/pemirsa.
1 Pemenang pilihan juritidak berdasarkan banyaknya vote/like dari pembaca, melainkan murni penilaian juri.
10 pemenang favoritditentukan dari banyaknya ‘like’ pada naskah yang diposting di www.kaudanACI.com(voter dapat login Facebook untuk memberi like pada tulisan di web).
Pengumuman pemenang tanggal 5 Januari 2014
Hadiah
Juara I berdasarkan penilaian dewan juri
Uang tunai Rp. 4 Jt
Tiket Film KAU dan ACI sebanyak : 4 tiket
Merchandise Film KAU dan ACI
Juara 1 terfavorit (berdasarkan jumlah like) mendapatkan;
Uang tunai Rp. 2,5 Jt
Tiket Film KAU dan ACI sebanyak : 2 tiket
Merchandise Film KAU dan ACI
9 urutan terfavorit berdasarkan jumlah like mendapatkan :
Uang tunai Rp. 1,5 Jt
Tiket Film KAU dan ACI sebanyak : 2 tiket
Merchandise Film KAU dan ACI

Minggu, 13 Oktober 2013

Heloo? Pada kesempatan kali ini saya sengaja untuk membahas salah satu
novel. Udah pada tahu kan? Yup, novel The Fall of Five atau seri
keempat dari The Lorien Legacy karya Pittacus Lore. Setelah
keberhasilan novel seri pertamanya, I'm The Nomber Four yang telah
diangkat ke layar lebar, dan juga novel seri kedua dan ketiga, The
Power of Six dan The Rise of Nine, kini Pittacus Lore telah
meluncurkan novel seri lanjutannya yang semakin seru pastinya.
Rahasia-rahasia mulai terbongkar dan misteri-misteri mulai muncul.
Apalagi misteri tentang Nomor Lima. Mereka pernah melacak keberadaan
dia menggunakan alat dari salah satu peti loric milik John Smith,
mereka juga mencoba menemuinya. Di buku ini juga terdapat
kejutan-kejutan yang mungkin bisa ditemui dan membuat kalian cukup
penasaran. Bagi yang penasaran, kita simak sinopsis kecilnyaa :

Garde ini akhirnya bersatu kembali, tapi apakah mereka memiliki apa
yang diperlukan untuk memenangkan perang melawan Mogadorians? John
Smith-Number Four-berpikir bahwa hal-hal akan berubah setelah Garde
menemukan satu sama lain. Mereka akan berhenti berjalan. Mereka akan
melawan Mogadorians. Dan mereka akan menang. Tapi dia salah. Setelah
berhadapan dengan penguasa Mogadorian dan hampir menuju kehancuran,
Garde tahu mereka secara drastis siap dan putus asa persenjataan.
Sekarang mereka sedang bersembunyi di Nine Chicago penthouse, mencoba
untuk mencari tahu tindakan berikutnya. Enam dari mereka adalah kuat,
tapi mereka belum cukup kuat untuk mengambil seluruh tentara-bahkan
dengan kembalinya sekutu lama. Untuk mengalahkan musuh mereka, Garde
harus menguasai Warisan mereka dan belajar untuk bekerja sama sebagai
sebuah tim. Lebih penting lagi, mereka harus menemukan kebenaran
tentang Sesepuh dan rencana mereka bagi para korban Loric. Dan ketika
Garde menerima tanda dari Nomor Lima lingkaran tanaman dalam bentuk
sebuah Loric simbol-mereka tahu mereka begitu dekat untuk menjadi
bersatu kembali. Tapi bisa itu jebakan? Waktu hampir habis, dan
satu-satunya hal yang mereka tahu pasti adalah bahwa mereka harus
pergi ke Lima sebelum terlambat. Garde mungkin telah kehilangan
pertempuran, tetapi mereka tidak akan kalah perang ini. Lorien akan
bangkit.

Yup, mungkin hanya sedikit yang bisa saya sampaikan tentang buku itu.
Berhubung saya juga sedikit tak sabar dengan munculnya buku ini di
seri bahasa indonesianya dan tak bisa memberi banyak informasi
mengenai buku ini. Yang pasti, buku ini akan membuat kita seru seperti
membaca buku serial sebelumnya walau alurnya sedikit cepat *katanya*.

Sampai jumpa di postingan selanjutnya.

Rabu, 09 Oktober 2013

Lirik Lagu Ailee " U& I "
Wait a minute Wait a minute
mal jalla mianhande
wae ireoni wae ireoni jakku ttoggateun mal
uri jung hanan meonjeo yaegi haeya dwae
yeogiseo uri geuman kkeutnae
ije geuman ssaugo shipeo harudo
geunyang neomeo ganeun iri eobseo
nae haruga uimi eobseo
1 (il) bun 1 (il) chodo useul il eobseo
deoneun jashini eobseo
oneureun naega marhallae
nega eodiseo mwol hadeon
sanggwan an hallae
gadeon maldeon ne mamdaero hae
maebeon jigyeob dorog banbog doeneun
Everyday U & IU & IU & I
Wait a minute Wait a minute
naegeseo tteoreojyeo jullae
wae ireoni wae ireoni i son nohgo marhae
myeot beoneul deureodo
ne mareun geogiseo geogi
Tired of all your lies and excuses
Now just get out my face
doedollil su eobseo yejeoneuro
namboda motan saiga dwaesseo
urin seoro budami dwaesseo
neo malgon naege amudo eobseo
deoneun sanggwani eobseo
geunyang neoege marhallae
nega eodiseo mwol hadeon
sanggwan an hallae
gadeon maldeon ne mamdaero hae
maebeon jigyeob dorog banbog doeneun
Everyday U & IU & IU & I
nega eobtneun i gose namgyeojin
naega ulgo isseul geora
saenggag haget jiman
naneun gwaenchanha banbog
doel il eobseul tenikka
neowa na yeogiseo geuman
nega eodiseo mwol hadeon
sanggwan an hallae
gadeon maldeon ne mamdaero hae
maebeon jigyeob dorog banbog doeneun
Everyday U&I U&I U&I
TERJEMAHAN INDONESIA LAGU AILEE " U&I "

Wait a minute..wait a minute...,
Maaf untuk menyela tapi kenapa kamu selalu mengatakan hal yang sama lagi dan lagi?
Salah satu dari kita harus jadi yang pertama untuk mengatakannya
Mari kita akhiri ini disini
Aku ingin berhenti bertengkar sekarang
Tidak ada lagi hari dimana kita membiarkan sesuatu pergi
Hariku tidak bermakna sekarang
Aku tidak tersenyum meski untuk satu menit ataupun satu detik
Aku tidak bisa melakukan ini lagi, aku ingin mengatakannya padamu sekarang
Aku tidak peduli dimana kamu atau apa yang kamu lakukan
Terserah kamu ingin pergi atau tidak, lakukan apapun yang kamu inginkan
Sesuatu yang sama terulang setiap harinya, U&I U&I U&I
Wait a minute...wait a minute..akankah kamu pergi dari hadapanku?
Kenapa kamu lakukan ini? Lepaskan tanganku!
Meski setelah mendengar beberapa kali, kata-katamu semua sama
Lelah dengan smeua kebohonganmu dan maaf pergi sekarang dari hadapanku
Kita tidak bisa mengembalikan sesuatu hal seperti sebelumnya
Kita menjadi lebihdibanding orang asing, kita menjadi beban satu sama lain
Disampingmu, aku tidak punya yang lainnya
Tapi, aku tidak peduli lagi, aku hanya ingin bilang padamu...
Aku tidak peduli dimana kamu atau apa yang kamu lakukan
Terserah kamu ingin pergi atau tidak, lakukan apapun yang kamu inginkan
Sesuatu yang sama terulang setiap harinya, U&I U&I U&I
Kamu mungkin berpikir aku akan menangis disini dimana kamu meninggalkanku
Tapi, aku baik-baik saja karena ini takkan terjadi lagi
Kamu dan aku berakhir sekarang
Aku tidak peduli dimana kamu atau apa yang kamu lakukan
Terserah kamu ingin pergi atau tidak, lakukan apapun yang kamu inginkan
Sesuatu yang sama terulang setiap harinya, U&I U&I U&IEnglish Translation:
Wait a minute, wait a minute, sorry for interrupting but
Why are you saying the same things over and over again?
One of us has to say it first
Let’s just end it here
I want to stop fighting now
There’s not a day where we just let things go
My days have no meaning now
I don’t smile even for one minute or one second
I can’t do this anymore, I want to tell you today
I don’t want to care where you are or what you do
Whether you leave or not, do whatever you want
The same thing repeats every day
U & I, U & I, U & I
Wait a minute, wait a minute, will you get off of me?
Why are you doing this, let go of my hand
Even after hearing it several times, your words are all the same
Tired of all your lies and excuses now just get out my face
We can’t turn things back to how it was before
We became worse than strangers, we became burdens to each other
Besides you, I have no one else
But I don’t care anymore, I just wanna tell you
I don’t want to care where you are or what you do
Whether you leave or not, do whatever you want
The same thing repeats every day
U & I, U & I, U & I
You may think I’ll be crying here where you left me
But I’m alright, because it won’t happen again
You and I, it’s over now
I don’t want to care where you are or what you do
Whether you leave or not, do whatever you want
The same thing repeats every day
U & I, U & I, U & I

Selasa, 17 September 2013

Lirik lagu A-Pink NoNoNo

Seulpeohajima no no no honjaga anya no no no
Eonjenanana naege hangsang bichi dwae jun geudae
Nae soneul jabayo ije jigeum dagawa gidae
Eonjena himi dwae julge
Naega himi deul ttae naege dagaon geudae
Salmyeosi naegero wa immatchwo jun geudae
Machi mabeopcheoreom nal gamssajun
Jeongmal ireon gibun cheoeumiya
Gakkeumssigeun geudaedo himdeungayo
Geureoke honja seulpeohamyeon eotteokhae
Hana dulssik buri kkeojyeoganeun gonggan soge
Naega neol bichwojulge (oh)
Seulpeohajima no no no honjaga anya no no no
Eonjenanana naege hangsang bichi dwae jun geudae
Nae soneul jabayo ije jigeum dagawa gidae
Eonjena himi dwae julge
Kkumi manteon geudaen neomu tteollideon geuttaee
Sumanheun siryeon soge gijeogeul baraetgo
Galsurok bureooneun barame heundeullineun moseup cheoeumiya
Oraetdongan manhido chamannayo
Amu mal anko gogae tteolgumyeon eotteokhae
Hana dulssik gyeoteul tteonaganeun sesang soge
Naega neol bichwojulge (oh)
Seulpeohajima no no no honjaga anya no no no
Eonjenanana naege hangsang bichi dwae jun geudae
Nae soneul jabayo ije jigeum dagawa gidae
Eonjena himi dwae julge
Gajang naege himi dwae jueotdeon
Nareul eonjena mideojudeon geudae
Dadeul geumanhae rago malhal ttae
Majimak niga barabol sarang ijen naega dwae julge
Seulpeohajima no no no honjaga anya no no no
Eonjenanana naege hangsang bichi dwae jun geudae
Nae soneul jabayo ije jigeum dagawa gidae (i love you)
Eonjena himi dwae julge
English Translate

Don’t be sad no no no, you’re not alone no no no
You always became a light for me
Hold my hand, come and lean on me
I’ll always be your strength
You came to me when I was struggling
You softly came to me and kissed me
You embraced me like magic
I never felt like this before
Are things hard for you too sometimes?
Why are you being sad by yourself?
When the lights turn off one by one
I’ll shine on you
Don’t be sad no no no, you’re not alone no no no
You always became a light for me
Hold my hand, come and lean on me
I’ll always be your strength
You had so many dreams and when you were feeling nervous
You hoped for a miracle out of the many hardship
I’ve never seen you being shaken by the continuous wind
Did you hold it in for a lyong time?
Why are you hanging your head down low without a word?
When people start to leave you one by one in this world
I’ll shine on you
Don’t be sad no no no, you’re not alone no no no
You always became a light for me
Hold my hand, come and lean on me
I’ll always be your strength
You always were a strength to me
You always believed in me
When everyone else tells you to stop
I’ll become the last love that you can look upon
Don’t be sad no no no, you’re not alone no no no
You always became a light for me
Hold my hand, come and lean on me
I’ll always be your strength

Indonesia Translate

Jangan sedih nonono, kau tidak sendirian nonono
Kau selalu menjadi penerang untukku
Genggam tanganku, datang dan bersandarlah padaku
Aku akan selalu menjadi kekuatanmu
Kau datang padaku saat aku kesulitan
Kau dengan lembut datang padaku dan menciumku
Kau memelukku seperti sihir
Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya
Apakah terkadang kau juga merasa kesulitan?
Mengapa kamu bersedih sendirian?
Saat cahaya mati satu per satu
Aku akan menyinarimu
Jangan sedih nonono, kau tidak sendirian nonono
Kau selalu menjadi penerang untukku
Genggam tanganku, datang dan bersandarlah padaku
Aku akan selalu menjadi kekuatanmu
Kau punya begitu banyak mimpi dan ketika kau merasa gugup
Kau berharap sebuah keajaiban untuk keluar dari banyak kesulitan
Aku belum pernah melihatmu terguncang oleh angin terus menerus
Apakah kau menahan diri untuk waktu yang lama?
Mengapa kau menundukan kepalamu tanpa berkata-kata?
Ketika orang lain mulai untuk meninggalkanmu satu per satu di dunia ini
Aku akan menyinarimu
Jangan sedih nonono, kau tidak sendirian nonono
Kau selalu menjadi penerang untukku
Genggam tanganku, datang dan bersandarlah padaku
Aku akan selalu menjadi kekuatanmu
Kau selalu menjadi kekuatan bagiku
Kau selalu mempercayaiku
Ketika orang lain memberitahumu untuk berhenti
Aku akan menjadi cinta terakhirmu
Jangan sedih nonono, kau tidak sendirian nonono
Kau selalu menjadi penerang untukku
Genggam tanganku, datang dan bersandarlah padaku
Aku akan selalu menjadi kekuatanmu

Sabtu, 07 September 2013

Lembayung Malam

Matahari mulai tenggelam
Menyisakan gelap dengan terbitnya malam
Lembayung senja telah terbenam
Menambahkan rasa yang amat mencekam

Saat kuingat lagi malam
Bayanganmu di benakku kian menajam
Bersama kepedihan yang menghujam
Sakitnya bagai disayat dalam

Pikiranku semakin melayang-layang
Menunggumu bergegas datang
Menanti senyuman seseorang
Yang selalu hadir dalam mimpi panjang

Lembayung malam
Akan kah kau menghapus kelam?
Mendatangkan cahaya di tengah malam
Menebar tawa bersama gugusan bintang yang berkilau melebihi pualam

Cahaya terang
Akan kah aku bisa senang?
Seperti bintang yang terus bersinar gemilang
Yang tak akan repud walau badai menghadang

Angin hampa
Akan kah aku bisa mengisimu dengan harapan?
Harapan untuk orang yang aku rindukan
Harapan akan datangnya kebahagiaan
Yang akan tersebar melalui hembusan.


Setelah Darwin masuk ke dalam Board of Death dua tahun lalu, mereka jadi diberi pengawasan ketat dan membuatnya tak bisa bermain atau pun keluar dari asrama. Tahun itu Mr. Eugene mendapatkan seorang teman yang tak jauh beda darinya. Mr. Nick. Mereka sama-sama ketat, keras dan mengerikan. Apalagi karena datangnya Minimolly yang mereka tunggu-tunggu. Setiap ke mana pun mereka pergi, Minimolly itu pasti akan terus mengikuti. Dan juga amat disayangkan, Minimolly milik Darwin ternyata sangat disiplin sekali dan mentaati peraturan. Hal itu benar-benar membuat Darwin pusing akan Minimollynya. Namanya Hipo. Entah dari mana dia mendapat ide untuk menamai Minimolly itu.
Sementara Minimolly milik Elizabeth namanya Kate. Minimolly itu sangat pintar. Bahkan lebih pintar dari Elizabeth, hal itu membuatnya semakin pintar saja. Sementara milik Edgar, namanya Sonny. Minimolly yang sangat malas dan meyebalkan. Dia hampir mirip saja dengan Edgar, namun Minimollynya lebih buruk dan sangat kurang ajar.

Memasuki tahun ke empat di Grondey, tepat Darwin berusia lima belas tahun. Saat seorang gadis dari Clawfrintclass yang terkenal cantik di Grondey menarik hati Darwin, dia sangat ingin memilikinya. Nama gadis itu Nathly. Nathly McProcter. Gadis yang merupakan teman sehotel dengan Verby. Memang awal Darwin mengenalnya adalah saat Verby mengajaknya mengunjungi hotel Verby. Saat itu dia baru melihat gadis secantik Nathly. Entahlah, tapi karena Darwin sering memperhatikannya, Elizabeth kadang-kadang kepergok sedang menatapnya sinis dan tiba-tiba tersenyum dengan akhir wajah muram. Diakui saja, Darwin memang menyukai Elizabeth. Bahkan dia mengaguminya karena kepintarannya yang luar biasa. Namun dia tak bisa melakukannya, Edgar. Edgar mencintai Elizabeth, dia tak akan tega menyakiti hati orang yang pertama kali mau berteman dengannya setelah Elizabeth.

"Hipo, aku mau keluar dulu sebentar. Kau di sini, ya! Di sini!" kata Darwin berbisik sambil menyuruh Minimollynya diam.
 Hipo menggeleng dan langsung mengibarkan sayapnya dan mencibir pada Darwin. Dia terus menggeleng-geleng sambil melipatkan tangan di atas dadanya.

"No, no! Itu tak boleh Tn. Willy, Hipo harus melindungi Tn. Willy sesuai tugas Hipo," katanya membantah.

"Hipo, aku Tuanmu! Mengapa kau lebih menurut pada peraturan daripada aku?" tanya Darwin sinis.

"Peraturan milik Prof. William, Hipo harus mematuhinya!" kata Hipo.

"Hipo, Prof. William adalah Kakekku, dia orangtuaku. Aku dan dia sama," kata Darwin.

Hipo berpikir dan memutarkan bola matanya ke atas sambil menyimpan tangan kiri di atas dagu. Dia beberapa kali mondar-mandir sambil terbang dan menimbang-nimbang pemikirannya. Darwin duduk mencibir di atas kasurnya. Seharusnya Hipo cepat, sebelum dia kehabisan waktu istirahat.

"Ah! Anda benar, Tn. Willy, Hipo mengizinkan Tn. Willy pergi ke luar," katanya riang. Darwin tersenyum.

"Ya, kau Minimolly yang baik Hipo," kata Darwin. Hipo menyombongkan dirinya, "kau mau, kan membantuku?" tanya Darwin lagi. Hipo mengangguk.

"Aku ingin ke luar sebentar, kau bisa, kan mengecoh si Eugene?" tanya Darwin.


"Mr. Eugene. Oh! Dia keras, mengerikan dan amat buruk!" kata Hipo bergidik.

"Ya, kau kecoh saja dia agar meninggalkan pintu utama. Aku ingin keluar sebentar. Sebentar saja," kata Darwin memelas pada Hipo.

Hipo mengangguk dan mulai terbang ke arah luar. Perlahan Darwin mulai berjalan menuju ke luar. Memang telah ditetapkan sekarang bahwa para pelajar tak boleh keluar dari asrama. Hal ini benar-benar membuat Darwin jengkel. Dia tak tahan jika harus dikurung di dalam penjara seperti Grondey bersama pelajaran-pelajarannya yang amat memusingkan.

Darwin melihat Hipo tengah menganggu Mr. Eugene dan membuatnya mengejar Hipo. Serentak Darwin langsung berlari menuju keluar dan amat merasa bahagia. Dia menatap ke belakang tanpa memperhatikan di depannya. Tiba-tiba sesuatu membuatnya tertarik dan jubahnya terasa panas pada bahunya. Darwin terlonjak kaget melihat sebuah Manusia Srigala yang akan memangsanya. Darwin kaget dan langsung memegang bahunya yang memanas dan cukup perih. Dia berusaha sebisa mungkin untuk melepaskan dirinya dari genggaman dan cakaran yang kuat pada bahunya. Dia menatap manusia srigala itu. Tiba-tiba saja dia merasa ada sebuah desiran di hatinya. Dia menatap mata manusia srigala itu. Serasa ada sesuatu yang tak berbeda. Serasa dia tak asing baginya.


Darwin sadar. Dia langsung menarik jubah dan berlari ke arah asrama. Dia memegang bahunya yang perih dan panas. Bahunya terus mengeluarkan darah. Dia tahu, pasti pelajaran mantra telah dimulai beberapa menit yang lalu. Dia pasti terlambat.

Darwin langsung berlari menuju hotel dan membawa buku mantra. Segera dia berlari ke ruangan pembelajaran. Prof. Greture. Oh, si bengis itu! Darwin dengan cepat terus berlari. Rasa sakit pada bahunya semakin menjadi-jadi. Apalagi setelah dia merasa pusing dan amat panas pada seluruh tubuhnya. Rasanya tak mau saja belajar mantra hari ini. Membuatnya semakin malas saja belajar.
Darwin terhenti ketika Prof. Greture sedang menghabiskan kapur di papan tulisnya dan langsung menatap Darwin. Darwin menunduk masih sambil memegang bahunya. Prof. Greture memalingkan pandangan pada bahu Darwin yang berdarah.

"Kenapa bahu kananmu?" tanya Prof. Greture menyelidik.

"Saya berlari dari ruang bawah tanah. Karena gelap dan sempit, bahu saya terkikis tembok batunya," kata Darwin berbohong.

"Kau terlihat sedikit pucat. Kau boleh tak masuk. Kau bisa pergi ke Clawfrintclass. Panggil McProcter. Dia sangat pandai menggunakan mantra pengobatan," suruh Prof. Greture.

Darwin mengangguk pelan sambil menunduk. Sementara Elizabeth menatapnya cemas. Darwin tak menatap kembali ke arah kelas dan segera berjalan menuju hotel Crawfrintclass. Saatnya bertemu Nathly McProcter. Gadis yang disukainya.

Darwin mengetuk perlahan pintu hotel yang dia tuju. Perlahan seseorang membuka pintunya. Dan dia langsung menatap Darwin terkejut.

"Ka-kau mencari siapa?" tanya gadis itu.

"Aku mencari Nathly McProcter."

"Mau apa kau mencarinya?" tanya gadis itu sedikit sinis.

"Aku membutuhkannya. Prof. Greture menyuruhku untuk menemuinya. Luka. Aku perlu bantuannya," kata Darwin menunjukan luka di bahunya.

"Oh, baiklah. Dia sedang menyendiri di kamarnya. Silahkan masuk, kau tinggal naik ke tangga," katanya.

Darwin segera masuk ke dalam ruangan itu. Dekorasi dan hiasan di ruang itu masih sama seperti dia pertama kali ke sana. Juga sangat berbeda dengan ruangan di Drawsentclass. Tangga kayu di Drawsenclass hampir sama dengan di Clawfrintclass. Namun sepertinya dibuat dengan kayu yang berbeda.

Darwin mulai berjalan memasuki kamar McProcter dan menyapanya. Awalnya dia merasa sedikit gugup berada di dekatnya. Namun setelah dia tahu bahwa McProckter sangat ramah, dia tak merasa canggung lagi.


"Lukamu ini sangat mirip dengan cakaran. Tapi aku tak begitu yakin, lagipula mana ada Werewolves di siang hari, hahah," katanya.

Darwin tersenyum padanya. Dia berpikir. Benar juga apa yang McProcter katakan. Mana mungkin Werewolves-manusia srigala-ada di siang hari. Lagipula mereka hanya akan berubah pada malam hari di bulan purnama. Dan itu akan terjadi beberapa hari. Namun kemarin atau pun beberapa hari lalu tak ada bulan purnama. Bulan purnama akan datang seminggu lagi, kira-kira.

"Apakah kau tak keluar asrama?" tanya McProcter.

"Err, tidak, Nathly," balas Darwin memegang bahunya.

"Masih sakit?"

"Lebih baik," kata Darwin mencoba tersenyum manis padanya.
McProcter membalas tersenyum padanya. Sejenak mereka bertatapan mata dan tak sama sekali berkedip. Namun Darwin membuyarkan semuanya hanya dengan satu kali kedipan dan memalingkan wajahnya.

"William," kata Nathly.

"Panggil saja dengan nama depanku," balas Darwin sedikit canggung.

"Ya, Darwin," kata McProcter, "panggil juga aku dengan nama depanku," kata McProcter.

"Baiklah, Nathly," kata Darwin, "oh, ya! Aku ingin berbicara sedikit padamu," kata Darwin sedikit canggung.

"Bicaralah," kata McProcter sediki mendekatkan arah duduk pada Darwin.

"Sebenarnya, ehm, aku, ahh!" kata Darwin canggung, "kau mau, kan menjadi, menjadi kekasihku?" tanya Darwin serius pada McProcter.

McProcter sedikit kaget dengan ucapan Darwin. Dia terlihat tersenyum dan mengangguk pelan membalas pertanyaan Darwin. Darwin ikut membalas tersenyum dan menatap McProcter kembali. Tiba-tiba terdengar suara gebrukan pintu dan terlihat gadis yang tadi membukakan pintu pada Darwin berlinang air mata.
"Ternyata kau menyukai McProcter,"

***

"Darwin, Prof. Robert memanggilmu!" kata Elizabeth tiba-tiba.
Darwin langsung mengangguk dan melangkah pergi menuju ruangan Prof. Robert. Dia berjalan dan segera memasuki ruangan Prof. Robert. Ketika masuk, dia sedikit merapatkan jubah dan seragamnya agar luka cakaran tiga hari lalu tak terlihat oleh Prof. Robert.

"Profesor, apakah anda memanggil saya?" tanya Darwin masuk.

"Oh, duduklah, Darwin," kata Prof. Robert. Di sana ada Kakeknya juga.

"Darwin, berapa umurmu sekarang?" tanya Kakeknya, Prof. William.

"Lima belas," kata Darwin.

"Ya, kurasa kau sudah cukup dewasa untuk mengetahuinya," kata Kakeknya lagi.

"Mengetahui, apa?"

"Orangtuamu. Sebenarnya Ayahmu adalah penyihir legendaris yang dicari-cari oleh para orang jahat. Maka dari itu, kau tak pernah melihatnya yang asli," kata Prof. Robert.

"Maksud anda, Ayah saya? Saya tak pernah melihatnya?" kata Darwin.

Darwin berpikir. Pantas saja waktu tahun keduanya, saat dia naik kereta dan Elizabeth membacakan penyihir legendaris. Ayahnya, dia melihat potretnya. Dan potret itu tak mirip dengan Ayah yang dia kenal wajahnya. Jadi, sebenarnya dia tak pernah melihat siapa dan bagaimana orangtuanya?

"Lalu, orangtua saya di mana? Apa mereka masih hidup?" tanya Darwin.


"Sayang sekali, kami terpaksa tak bisa menolong mereka," kata Kakek Darwin memotong perkataan yang sudah tersenggal di tenggorokan Prof. Robert.

"Lalu mengapa anda tak memberitahu saya?" tanya Darwin sedikit marah, "apa anda tak merasa kasihan pada saya yang selalu saja tersiksa dan, aw!" kata Darwin menggenggam bahunya yang tiba-tiba berdenyut keras.

"Maafkan aku, Darwin," kata Prof. William.

Darwin menggeleng dan masih menggenggam bahunya yang berdenyut. Dia pergi meninggalkan kantor Prof. Robert dengan amarah yang dipendamnya. Entah mengapa, ketika dia merasa marah, luka di bahunya berdenyut-denyut dan terasa perih lagi. Ditambah bekas luka pada matanya pada saat terkena mantra yang meleset ikut sakit dan terasa mendengung di telinganya. Entah apa yang telah terjadi padanya.
Sementara di kantor Prof. Robert, Prof. William tengah sedikit berdebat tentang perkataan mereka tadi.
 
"Mengapa seperti itu?" tanya Prof. Robert sedikit bingung.

"Aku tahu, tapi dia tak boleh seperti itu," balas Prof. William tenang.

"Ya, tapi itu tak bagus untuknya," kata Prof. Robert tak mau kalah.

"Dia belum cukup dewasa, lihat sikapnya! Kau tahu, kan? Hampir semua kekuatan Ayahnya ada pada dia, aku harus bagaimana lagi? Seharusnya dia yang terlindungi dan tak harus seperti ini. Kau tahu, kejadian-kejadian mengerikan yang melibatkannya membuatku cemas dan khawatir jika dia akan terbunuh Kau tahu? Mereka sudah mengetahui rahasia itu, aku tak mau dia mengetahuinya, cukup kita yang melindungi dan membuatnya tetap aman," kata Prof. William tegas.

"Ya, aku juga tahu bahwa kau sudah tak tahan untuk melihat cucumu dan mengatakan bahwa kau adalah Kakeknya saat dia pingsan. Benar, kan?" tanya Prof. Robert sedikit berang. Prof. William diam.

***

Malam itu bulan yang hampir sempurna menggantung di atas awan hitam. Entah mengapa dia merasa ada hubungannya dengan bulan itu. Entah hal apa yang membuatnya amat erat dengan bulan. Tiap kali dia melihat cahaya bulan bersinar terang, hatinya merasa tak tenang dan sedikit gundah. Dia juga terkadang sering merasa sedikit sakit pada mata dan bahunya jika menatap bulan. Entah apa hubungannya.

Darwin mengambil sebuah buku tebal. Itu adalah buku Elizabeth yang dipinjamnya. Selama itu dia membaca beberapa tentang Werewolves. Di buku itu diceritakan bahwa Werewolves itu akan menurun pada anak dan bisa ditularkan dengan gigitan atau cakarannya. Juga seorang Werewolves akan terus muda dan bisa dibilang abadi. Namun mereka bisa mati jika terkena tusukan atau pun sesuatu yang bisa membuatnya mati. Maksud dari abadi itu tak akan pernah tua. Namun setahunya Werewolves adalah makhluk terkuat yang pernah ada di dunia sihir karena tak akan mempan dengan mantra. Mereka juga sangat buas dan ganas. Sangat sulit caranya jika ingin mengontrol tubuh dalam kesadaran saat menjadi Werewolves. Dan itulah yang ingin

Darwin pelajari. Juga ramuan yang bisa membuatnya tidak berubah saat malam purnama.
Malam itu Darwin melakukan pembelajaran cara untuk mengontrol tubuh saat menjadi Werewolves dan rencana untuk memutuskan Nathly. Dia seharusnya tak mencintai seorang pun walau dalam hatinya. Seharusnya dia tahu akibatnya jika mencintai dan menikah, pasti anak mereka akan terlahir sebagai Werewolves sebagai Ayahnya.

***

Darwin berusaha melakukan apa yang seharusnya dia lakukan. Siang itu dia habis meminum ramuan yang dia buat setelah memutuskan Nathly. Dia lalu mengusap bibirnya dan langsung menuju Elizabeth yang akhir-akhir ini terlihat buruk. Dia selalu berbicara singkat dan seperlunya jika Darwin bertanya atau menyapanya. Dia juga sering menyendiri dan tak begitu dekat dengan Edgar. Begitu pun Darwin, dia tak tahan berada di dekat Edgar karena Sonny yang amat menyebalkan.


"Kau tahu kenapa Elizabeth akhir-akhir ini?" tanya Darwin.

"Willy suka Eylizab!" kata Sonny tiba-tiba.

"Sonny, kau harusnya diam saat Tuanku sedang berbicara!" kata Hipo menegur Sonny.

"Suka-suka Sonny!"

"Sonny, kau harus diam! Kau harus menuruti segala yang aku katakan!" kata Edgar berang.

"Tn. Ferdy juga tak suka menuruti perintah!" kata Sonny membalikan fakta.

"Argghh! Mati saja kau!" geram Edgar berang.

"Bagaimana keadaanmu, Edgar?"

"Semenjak aku dapat dia, hidupku hancur!" kata Edgar mengeluh.

"Oh, itu Elizabeth, Elizabeth!" teriak Darwin.

"Ya, ada apa?" kata Elizabeth.

"Aku ingin mengembalikan buku ini," kata Darwin sambil memberikan buku berjudul 'Sejarah Makhluk Kuno dan Penyihir Legendaris'.

"Oh, terimaksih," kata Elizabeth sambil sedikit berlalu.

"Tunggu!" kata Darwin. Elizabeth mendongak.

"Ada perlu apa lagi?" tanya Elizabeth.

"Aku mau berbicara sesuatu padamu."

"Kumohon jangan lama," kata Elizabeth.

"Aku sudah putus dengan Nathly."

"Apa?"

***

 Malam menjelang membuat matahari harus kembali ke persinggahannya. Darwin menatap sendu jendela kamarnya. Akhir-akhir ini dia selalu merasa sedih dan waspada. Entah karena dirinya, atau pun hatinya. Tapi seberkas rasa menyayat selalu timbul di dalam tubuh kuatnya.

"Darwin, ini gawat!" kata Elizabeth mendobrak pintu.

"Apa yang terjadi?" kata Darwin kaget dan langsung menatap Elizabeth.

"Nathly, dia diculik Troll. Kau tahu, siapa yang sudah mencoba mengalahkan Troll?"

 ***

 Darwin berlari menembus malam bersama Elizabeth dan Edgar. Mereka telah mengurung Sonny dan membuatnya bisu dengan mantra yang menggunakan kata kunci oleh Elizabeth. Tapi memang ada mantra untuk cara membuatnya terbuka.

Elizabeth dan Minimollynya sedang berusaha untuk membereskan beberapa barang yang mereka perlukan untuk diperjalanan. Sementara Edgar dan Darwin masih berlari bersama

angin malam yang menusuk keras dan bersama jubahnya yang berkibar-kibar. Mata Darwin mulai waspada dan terlihat tembus pandang. Dia bisa melihat jarak beberapa kilo meter ke depan yang sudah terlihat seorang yang ditangkap oleh Troll jahat yang raksasa. Darwin tak salah lagi, kemampuannya merasakan sihir hitam telah hilang dengan timbulnya mata tembus pandang benda dan jarak jauh. Dia cukup suka dengan kelebihannya yang satu ini. Tanpa dia ketahui, semua yang ada pada dirinya adalah warisan terbesar dari Ayahnya yang dia punya. Hampir semua kekuatan sihir yang dirinya punya adalah kekuatan milik Ayahnya juga. Tapi kini dia tak tahu Ayahnya ada di mana. Informasi tentang Ayahnya belum begitu jelas.

Darwin menembus pepohonan dan mencoba melacak perginya Troll jahat itu. Dia melihat Troll masuk ke sebuah gudang di dalam hutan yang terlihat sangat lusuh. Darwin sudah tahu bahwa jarak itu masih cukup jauh. Dan dia juga tak yakin akan kuat menempuhnya.

"Nathly berada jauh di sana, kita tak akan bisa untuk menempuh perjalanannya. Terlalu jauh, kurasa kau telah bisa menggunakan mantra untuk menuju gudang itu langsung, Elizabeth?" tanya Darwin.

"Oh, ya! Akan kucoba pakai mantra bergerak," kata Elizabeth.

Elizabeth mulai mengucap beberapa kata. Dan dengan cepat mereka terasa tersedot dan berubah menjadi debu yang terbang dengan cepat juga melesat jauh dari tempat mereka berpijak. Serasa melayang dengan ringan di atas tanah dan berputar seperti angin. Beberapa detik kemudian pun mereka sudah berdiri di atas tanah dengan seluruh tubuh asli mereka.

"Berapa jauh lagi, Darwin?" tanya Elizabeth.

"Kurasa sudah dekat. Cepat, sebelum biji menghilang kita kehabisan waktu!" kata Darwin.

"Tenang saja, aku punya beberapa lagi. Prof. Robert yang memberikannya," kata Elizabeth sambil berlari.

"Kukira Colin," kata Darwin.

Mereka kembali berlari dan terus berlari. Sampai setelah tak terlalu lama berlari, mereka menemukan sebuah gudang kumuh yang berada di sana. Dan Darwin sangat yakin bahwa gudang kumuh itu adalah tempat yang mereka maksudnya.

"Kau yakin ini tempatnya?" tanya Edgar ragu-ragu.

"Aku yakin aku tak salah," kata Darwin.

Perlahan mereka mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam sana. Darwin mulai merasa Deja Vu ketika dia akan memasuki gudang tersebut. Langkahnya terasa berat dan dia tampak tak mau bergerak sedikit pun. Dia merasa tak bisa untuk ke sana.

"Kau ragu, Darwin?" tanya Elizabeth.

"Entahlah, aku tak begitu yakin untuk masuk ke sana. Rasanya aku merasakan sesuatu yang tak jauh berbeda. Tapi entah apa yang kupikirkan, kupikir ini buruk," kata Darwin tak begitu yakin dengan perkataan dan perbuatannya.


"Ayolah, kau yang bilang ini baik, kita akan baik-baik saja, aku yakin," kata Elizabeth meyakinkan.

Darwin mengangguk pasrah dan mulai berjalan memasuki ruangan itu. Ruangannya gelap dan cukup berantakan. Terdapat banyak sarang laba-laba di sana yang membuat mereka tak begitu nyaman untuk memasuki ruangan itu. Debu yang menyelimuti dinding dan lantai ruangan itu semakin membuat mereka sesak dan pengap.

"Di mana Nathly?" tanya Edgar sedikit waspada sambil terus masuk ke sana.

"Di sana ada pintu, akan kah dia di sana?" tanya Elizabeth.

Elizabeth sekarang terlihat lebih ramah dari sebelumnya. Dia juga terlihat sangat lebih baik pada Nathly. Mungkin ini berhubungan dengan nyawanya, Elizabeth juga tak akan mau membiarkan temannya mati begitu saja walau Nathly telah menyakitinya.

Mereka mulai memasuki ruangan gelap dan sempit itu. Dan benar saja, Nathly tengah dikurung di sana. Elizabeth langsung terkejut dan membaca beberapa mantra untuk melepaskan Nathly. Namun sial, mereka gagal. Tiba-tiba terdengar seseorang berkerasak-kerusuk di luar. Dan tiba-tiba saja, Troll jahat itu membuka pintu dan mendapati mereka bertiga yang tengah berusaha membuka mantra. Elizabeth terkejut dan langsung gemetaran. Sama halnya seperti Edgar. Namun Darwin langsung menyeret mereka dan menyuruh mereka berlari.

Mereka berlari dan mencoba menghindari Troll itu. Tiba-tiba saja luka di bahu dan mata Darwin kembali berdenyut-denyut. Dia menatap langit dan terlihat bulan purnama tengah bergantung di sana. Darwin lupa tak membawa ramuannya. Dan tiba-tiba saja dia merasa sangat kesakitan.

"Kalian pergi cepat, biar aku selamatkan Nathly!" kata Darwin langsung berbalik arah bermaksud agar dia tak terlihat oleh Edgar dan Elizabeth ketika akan berubah menjadi Werewolves.

Elizabeth tadinya berusaha menolak Darwin. Hatinya sebenarnya tak rela jika Darwin menyelamatkan Nathly sendirian. Dia tak keberatan jika dirinya harus menyelamatkan Nathly berdua, bahkan bertiga dengan Edgar. Namun rasanya begitu janggal jika Darwin harus menyelamatkan Nathly sendirian.
Darwin terus berlari dengan rasa sakit dan perubahan di tubuhnya yang mulai terlihat. Dia mencoba beberapa kali menahan dan mengontrol tubuhnya agar bisa menyelamatkan Nathly tanpa mencakar atau pun menggigitnya. Dia berusaha sebisa mungkin agar tak akan ada seorang pun yang bisa dia sakiti.
Saat tubuhnya telah berubah drastis sebagai Werewolves, dia akhirnya bisa mengendalikan tubuhnya dan kesadaran yang masih sama seperti tadi. Darwin berlari. Dia tahu bahwa Werewolves bisa menembus mantra. Dan ini saat untuknya agar bisa menembus mantra dan menyelamatkan Nathly.


Darwin berlari semakin kencang. Ukuran tubuhnya yang membesar hampir mengimbangi Troll walau tidak sebesar Troll. Dia berlari dengan wujud Werewolvesnya yang baru beberapa menit lalu berubah. Dan dia pun segera membanting pintu gudang saat sampai di sana. Begitu dia masuk, Nathly terlihat menjerit melihatnya.

"Jangan berisik!" katanya dengan suara yang agak berbeda. Serak dan berat.

"Jangan sentuh aku! Jangan!" kata Nathly.

Darwin tak mendengarkannya. Dia langsung meraih tubuh Nathly yang menurutnya tak terlalu besar walau dia terus meronta dan menjerit-jerit.

"Kamu harus diam, atau nanti terkena cakaranku!" kata Darwin.

"K-kau siapa?" tanya Nathly mencoba diam.

"Apa kau tak akan memberitahukan keadaanku kepada siapa pun?" tanya Darwin. Nathly menggeleng.
Darwin sedikit berpikir. Apa kah Nathly dapat dipercaya? Dia terus memikirkannya secara masak-masak agar yang dia lakukan tak akan salah. Dan setelah dia pikir-pikir, rasanya Nathly cukup bisa dipercaya juga.

"A-aku, Darwin," kata Darwin sedikit ragu. Nathly terkejut. "Kumohon jangan terkejut, maafkan aku. Luka di bahuku saat itu memang cakaran Werewolves, kau tak boleh banyak bergerak, atau kau akan terkena cakaran juga. Dan satu lagi, aku ingin kau merahasiakan ini. Aku tak bisa memberitahu keadaanku kepada siapa pun, mungkin kau satu-satunya orang yang tahu."

Nathly terdiam. Setelah mereka sampai di ujung hutan, Darwin menyuruh Nathly pergi. Nathly terlihat menangis melihat wujud Darwin yang telah berubah menjadi Werewolves pergi mengembara ke dalam hutan. Dia masih menatap Darwin sampai bayangannya hilang ditelan pepohonan. Setelah itu, dia berjalan sedikit terpogoh ke dalam asrama dan sangat terkejut melihat segala kejadian yang terjadi selama dia hilang.
Sementara Darwin berlari menembus hutan. Dia bermaksud mencari Elizabeth dan Edgar. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat Werewolves yang masuk ke dalam gua. Tak salah lagi, itu pasti Werewolves yang waktu itu menggigitnya. Darwin pun segera ikut masuk ke dalam sana dan tampak seorang wanita lusuh dan kumuh yang tengah duduk bersama Werewolves itu. Wanita itu berambut hitam sama persis seperti dirinya. Wanita itu tengah membuat ramuan untuk diberikan kepada suaminya-Werewolves itu-.

"Ka-kalian siapa?" tanya Darwin.
Keduanya langsung terkejut dan menatap Darwin yang tanpa mereka ketahui sudah masuk dan menatap mereka.

"Kalian siapa? Mengapa ada di sini?" tanya Darwin lagi dengan suara serak dan berat yang bukan merupakan suara aslinya walau ada sedikit kesamaan antara suara aslinya.

"Minumlah, Nak!" kata wanita itu.

Darwin mengambil ramuan tersebut dan membagi dua ramuan itu dan memberikannya pada Werewolves yang lain. Ketika mereka sama-sama meminumnya, wanita kusam yang sedang duduk di sana terkejut seketika. Darwin langsung menatap seorang di sampingnya yang telah berubah ke wujud semula. Dan begitu dia melihat, dia terkejut dan langsung memeluk sosok yang ada di sana itu.

"Benar, kan kau Ayahku?" tanya Darwin masih sambil memeluk sosok itu.

"Oh, kau Darwin? Anakku?" tanya wanita yang duduk di sana yang tak lain adalah Ibunya.
Wanita itu langsung berjalan menuju Darwin. Sementara Darwin langsung memeluknya erat.

"Daniel, apa kau memberikan anakmu Werewolves?" tanya wanita itu, Ibunya yang bernama Sarah William.

"Tidak, aku mencakarnya waktu itu, aku tak tahu kalau yang aku cakar itu dia," sesal Ayahnya.

"Tidak, ini lebih baik untukku, kita sama bukan? Oh ya, omong-o-"


"Aaaaa!"

Darwin terkejut. Sebuah suara teriakan yang sudah sangat dikenal olehnya masuk begitu saja ke gendang telinganya. Dia yakin, Elizabeth pasti telah tertangkap oleh Troll jahat itu dan mencoba melepas diri. Dan Edgar, dia pasti berusaha menyelamatkannya.

"Dia temanmu? Cepatlah selamatkan dia, dan tolong kau tak boleh memberitahukan keadaan kami kepada siapa pun," kata Ayahnya Darwin.

Darwin hendak berbicara namun dia terpotong oleh menghilangnya kedua orangtuanya dari gua itu. Serentak Darwin mengambil langkah seribu untuk bisa menyelamatkan Elizabeth. Walau dalam benaknya masih terpampang jelas wajah tirus orangtuanya yang seperti hampir tak memiliki daging.

Darwin mencoba melacak dengan penglihatannya di mana kini Edgar dan Elizabeth berada. Dan beberapa detik kemudia, dia sudah tahu di mana Elizabeth dan Edgar berada. Sejenak dia mencoba berpikir tentang cara untuk mengalahkan Troll jahat itu. Dia sudah tahu bahwa caranya adalah dengan membuatnya pusing dan memilih dua cara. Karena mereka tahu, bahwa kelemahan Troll adalah bodohnya dia.

Darwin langsung berlari dan mendapati Elizabeth yang tengah dijadikan mainan oleh Troll itu. Sementara Edgar sedang berusaha untuk mengalahkan Troll itu. Ketika Darwin datang, Darwin langsung mengundang perhatian Troll dengan memantrainya. Dan langsung saja Troll itu berusaha mengejar Darwin. Entah darimana, tiba-tiba Darwin berpikiran untuk membuat bayangannya lebih dari satu. Dan tiba-tiba tubuhnya seperti membelah dan terus membelah sampai seperti mengelilingi Troll itu. Seketika, si Troll langsung pusing dan melemparkan Elizabeth. Ketika Elizabeth akan jatuh, Edgar memantrainya menjadi melayang-layang dan Darwin segera menyuruh Edgar untuk menyelamatkannya selagi Darwin mengecoh Troll.

***

 Darwin berjalan gontai. Dia menahan agar air matanya tak turun. Sungguh sebuah duka yang sangat menusuk hatinya. Kakeknya, dia tak akan menyangka jika Kakeknya akan pergi secepat itu. Dia tak tahu bahwa selagi dia pergi, para penyihir jahat itu datang ke sekolah dan memporak-porandakan semuanya. Bahkan ketika dia pulang, mereka masih di sana dan menyerangnya. Sehingga kini dia mendapat beberapa luka yang belum kering di tubuhnya.
Darwin duduk di kamarnya sendirian sambil menatap matahari terbit yang bersinar dari ufuk timur keoranyean. Prof. Robert tiba-tiba datang dan membuka pintu sambil berjalan duduk di sampingnya.

"Aku tahu kau sangat bersedih," kata Prof. Robert, "kau masih punyaku. Aku akan menjagamu sebagai pengganti Ayahmu," kata Prof. Robert.

"Terimakasih, Profesor. Boleh kah saya bertanya sesuatu?" tanya Darwin.

"Tentu saja, silahkan," kata Prof. Robert.

"Apa ada Werewolves yang bisa berubah tak hanya ketika sedang malam purnama?" tanya Darwin.

"Tentu ada, dia yang menyimpan cahaya bulan di tubuhnya begitu. Saat dia marah, cahaya bulan itu akan bersinar sama halnya seperti bulan purnama, jadi dia bisa berubah pada saat itu. Memangnya ada apa, Darwin?" tanya Prof. Robert.

"Tidak, aku hanya ingin diajari cara untuk menolak pembaca pikiran. Maukah kau mengajariku?" tanya Darwin.

"Tentu, siapa yang selalu membaca pikiranmu?"

"Seseorang."

 ***

Sore itu suasana kelam. Setelah Darwin mencoba belajar mantra penolak pikiran, dia berjalan keluar dan menatap matahari terbenam. Dia duduk sendirian bersama lembayung sore yang mulai timbul di awan. Juga bersama angin yang bergulir seirama dengan desahan nafas yang dihembusakannya.

"Darwin," seru Elizabeth lembut dan ikut duduk di samping Darwin.

"Ya," balasnya tanpa menatap Elizabeth.

"Boleh kah aku bertanya sesuatu kepadamu?" tanya Elizabeth sedikit serius.

"Tanyakan."

"Apa kau menyukaiku?" tanya Elizabeth.

"Ya, aku suka caramu mengerjakan semua soal dengan kepintaranmu," kata Darwin.

"Tidak, maksudku bukan seperti itu, maksudnya menyukaiku tak dengan segala yang aku punya. Menyukaiku apa adanya," kata Elizabeth, "atau maksudnya mencintaiku," lanjutnya lagi.

"Kupikir, tidak. Tapi aku berharap ya," kata Darwin tenang.

"Tidak kah kau mencintaiku?" tanya Elizabeth kaget.

"Sepertinya tidak," balas Darwin.

"Aku tak percaya!" kata Elizabeth. "Kau memblokku agar tak bisa membaca pikiranmu?" tanya Elizabeth.
Darwin terdiam. Sungguh sesuatu yang salah yang telah dia kerjakan. Mengapa dia sungguh munafik? Hatinya berkata bahwa dia memang mencintai Elizabeth. Lalu untuk apa berkata tidak?

"Edgar yang menyelamatkanmu, seharusnya kau mencintai dia," kata Darwin.

"Lalu mengapa tak kau saja yang menyelamatkanku agar aku bisa mencintaimu? Seperti kau menyelamatkan Nathly!" kata Elizabeth.

"Setiap yang terjadi jarang bisa terulang dua kali," kata Darwin.


"Aku mencintaimu, aku yakin kau juga mencintaiku! Aku tak percaya jika kau tak punya sedikit pun rasa padaku, kita sudah lama bersama!" kata Elizabeth sedikit terisak dan berteriak.

"Ya, sudah lama," kata Darwin menatap Elizabeth.

Mata Darwin sedikit panas ketika melihat bibir Elizabeth yang bergetar mencoba menahan air mata yang hendak keluar dari matanya. Dia menggigit bibir dan tak menatap Elizabeth kembali. Pecundang! Dia hanya seorang lelaki pecundang. Tak punya keberanian untuk mengaku cintanya pada gadis yang dia cintai. Tapi bagaimana lagi? Dia tak bisa mencintai dengan dirinya yang lain. Dia harus mengakui bahwa dia sebenarnya tak pantas untuk dicintai. Jadi apa yang harus dia lakukan? Menyakiti hati gadis yang dia cintai?

"Maafkan aku Elizabeth, aku tak bisa memaksakannya. Aku takut aku tak bisa," kata Darwin.

"Pengecut! Kau masih mencintai Nathly, kan? Begitu?" tanya Elizabeth.

"Entahlah, banyak hal yang tak aku ketahui, bahkan aku mengira telah mengenal diriku. Tapi ternyata tidak, banyak kemampuan yang tak aku pikirkan bisa kulakukan," kata Darwin.

"Ya, jadi apa yang membuatmu bahagia? Apa yang bisa kulakukan untukmu? Demi orang yang sangat berharga bagiku?" tanya Elizabeth menyeka air matanya.

"Cintai Edgar," kata Darwin.
Elizabeth menyeka air matanya. Dia lalu berjalan masuk ke dalam asrama. Beberapa menit kemudian, dia keluar sambil memeluk Edgar. Ketika Darwin melihatnya, dia memaksakan tersenyum walau terasa menyayat.

"Hy, Edgar? Kau telah jadian dengan Elizabeth?" tanya Darwin mencoba menyembunyikan wajah dan suaranya yang terlihat sedikit serak.

"Ya," bisik Edgar.
Elizabeth diam melihat senyum Darwin. Dalam hatinya berbisik bahwa Darwin adalah orang yang hebat menyembunyikan sesuatu. Dia tak pernah mengenal Darwin yang seperti ini sebelumnya.

Darwin menatap Edgar dan Elizabeth yang berlalu dari hadapannya. Dia tahu, inilah yang dia inginkan. Edgar, dia tahu Edgar sangat mencintai Elizabeth. Tak ada hal lain yang bisa dia lakukan. Dia hanya berharap Elizabeth bisa bahagia bersama Edgar begitu pun Edgar dan dirinya.
Malam menutup kisah kelam yang telah datang. Lembayung pun sudah menghilang ditelam alam. Darwin masih menatap langit temaram dan menanti terbitnya bulan. Walau rasa perih yang menyayat masih menusuk di hatinya dengan tajam, setidaknya dia masih punya harapan untuk menjalani kehidupan yang layak dan seperti yang lainnya. Banyak yang mengira bahwa dia mempunyai hidup yang sempurna. Dia tampan, terkenal, pintar dan bebas memilih gadis yang menyukainya. Tapi bisikan dalam hatinya hanya berharap dia bisa seperti masa lalu saat dia pertama kali masuk Grondey. Tak banyak yang mengenal dan mengaguminya. Tapi takdir tetap takdir. Dia tak akan bisa mengubahnya.

Darwin masih menatap cahaya temaram rembulan. Seharusnya dia berubah malam ini. Tapi dia sudah minum ramuan, tak akan mengalami perubahan. Sebenarnya dia ingin sekali menjadi pria yang sederhana. Tak tampan, tak pintar, tak terkenal dan biasa-biasa saja. Keadaannya kini hanya membuatnya tak bisa berbuat seperti yang dia inginkan. Dia banyak musuh, seperti yang baru saja terjadi semalam. Para penjahat itu sengaja menculik Nathly agar Darwin tak bisa menyelamatkan sekolah. Bagaimana pun juga, mereka sudah tahu bahwa Darwin adalah orang yang baik dan pasti mengganggap mahal nyawa.

Akhir cerita, kini dia kehilangan segalanya. Kakek, orangtua, teman dan semua orang yang berharga baginya. Dia tak akan biasa-biasa saja. Kini dia adalah seorang pahlawan kesepian.

-SELESAI-

;;

By :
Free Blog Templates