Selasa, 30 Juli 2013

The Dark Fire



“Dark Fire, tempat di mana suatu kelompok hidup. Tempat yang berada di bawah simetri bumi, dan tempat ini, tak pernah ada manusia tahu. Siapapun dia, apabila dia mengetahui tempat ini, dia akan dibantai oleh golongan kami. Dan ternyata, memang benar. Dia tahu. Dia, manusia yang aku cintai.
Satu-satunya harapanku adalah, ingin menjadi manusia. Sehingga, aku rela mengubah tubuhku menjadi makhluk setengah manusia agar bisa merasakan menjadi manusia. Walau ritual itu terasa sakit, seperti aku kehilangan separuh nyawaku. Tapi, aku sudah bertekad kuat dalam hati. Dan ternyata, aku berhasil. Aku menjadi manusia walau hanya dalam waktu terbatas.
Dari sana, aku bertemu dengan seorang pria. Anak Adam yang aku cintai. Dan tanpa sengaja, dia mengetahui rahasia tentang Dark Fire. Semuanya dia ketahui. Aku berusaha menyembunyikan ini semua agar dia tak di bunuh. Karena ini adalah kesalahanku. Dan kesalahku yang terbesar adalah, membiarkan hatiku mencintai anak Adam itu.”
Catatan Putri Dark Fire.
Cerpen The Dark Fire
Hawa siang ini cukup menusuk. Anginnya berhembus begitu dalam. Langitpun sama, keadaannya hitam dan tak bersahabat. Dengan iringan langkah kaki seorang anak Adam, suasana semakin mencekam. Dari kejauhan, sepasang mata memandangnya jeli. Tapi, pria itu tetap berjalan dengan tenangnya di atas trotoar dan tak menyadari, bahwa dirinya sedang diperhatikan.
“Arthur!” Seru seorang gadis yang tengah berjalan di belakangnya.
“Catrine?” Tanya pria itu, sambil melihat gadis yang berdiri di belakangnya.
“Helo, Arthur?” Sapanya manis pada pria yang bernama Arthur itu. Ya, dia Arthur. Seorang siswa dari sebuah SMU di dekat kota ini. Pria ramah ini, memiliki wajah yang cukup tampan. Dia juga tak kalah pintar.
“Helo, kau sedang apa di sini Catrine?” Tanya Arthur manis padanya. Catrine hanya sedikit mengembangkan bibirnya dan menyipitkan matanya.
“Aku hanya ingin berjalan-jalan.”
“Tapi, kau lihat? Cuaca sekarang tak bersahabat sekali. Sepertinya sebentar lagi turun hujan.” Ucap Arthur lagi.
“Byurrr.”
Tiba-tiba saja, hujan turun. Aneh, sesaat Arthur berkata tadi, hujanpun langsung turun. Sekejap, Arthur menarik Catrine ke arahnya. Dia bermaksud untuk menghindar dari hujan.
“Ke pinggir. Hujannya tambah besar.” Ucap Arthur sambil mendekap tubuh Catrine agar tak terkena hujan. Sementara Catrine, hanya menatapnya kaget melihat Arthur mendekapnya. Diapun tertunduk.
“Aku membawa payung.” Catrine mendesah, lalu mengambil benda berwarna hitam dari dalam tasnya. Dia membuka benda itu.
“Ayo kita pulang, aku hanya membawa satu payung, tak masalahkan jika payung ini untuk berdua?” Catrine memegang payungnya dan mengajak Arthur.
“Tak apa. Aku senang bisa berjalan bersamamu.” Ucapnya sambil mengembangkan senyumnya. Catrinepun tersipu malu mendengar pernyataan Arthur.
“Ayo, kita pergi.”
“Sbbrrr.” Tiba-tiba bayangan putih melesat cepat membuat angin di hadapan mereka.
“Apa itu?” Catrine terkaget dan langsung menggenggam tangan Arthur keras. Seketika mata mereka berdua bertatapan. Catrine langsung mengedipkan matanya dan bangun dari lamunannya.
“Maafkan aku, maaf.” Catrine sedikit gelagapan. Arthur hanya sedikit mengelus-elus tangan kirinya dengan tangan kanannya. Mereka berdua sama-sama tergagap melihat kenyataan yang baru saja terjadi.
“Hey kalian sedang apa?” Sebuah suara tiba-tiba menyapa mereka yang sedang saling kebingungan.
“Eh, hay Brenda? Kami.. Umm, tidak sedang apa-apa.” Catrine masih sedikit tergugup. Sementara Arthur hanya tersenyum tipis.
“Kalian sedang merahasiakan sesuatu ya?” Brenda berucap. Matanya seperti sedang menyelidiki.
“Tidak.” Serempak Arthur dan Catrine berucap. Brenda semakin menatap mereka penasaran.
“Ya sudah, aku duluan.”
Brendapun berlalu dengan payung hitam yang sama persis dengan yang mereka pakai. Catrine terdiam sejenak, Arthurpun mengajaknya untuk cepat pulang.
“Ayo pulang. Hujannya tak mau reda.” Arthur menyenggol Catrine sedikit. Catrinepun terkejut. Diapun mengangguk beberapa kali. Arthurpun menggandeng tangannya dan pulang bersama.
“Dark fire, tempat di mana terdapat sedikit cahaya. Hanya satu lampu obor dari setiap jarak 10 meter. Setelah itu, baru memasang obor yang baru. Daerahku memang gelap. Kami tidur di siang hari dan beraktifitas pada malam hari. Nokturnal, begitulah mereka menyebutnya. Kami bukan hewan, bukan tumbuhan, maupun manusia. Tapi, kami punya hati dan perasaan sama seperti manusia. Hanya, dunia yang memisahkan golongan kami, dan golongan manusia.”
Catatan Putri Dark Fire.
Semilir angin malam berhembus tenang. Cahaya rembulan malam ini tampak begitu terang. Pada malam bulan purnama pertama seperti ini, adalah puncak kekuatan makhluk Dark Fire. Setiap malam purnama pertama, mereka selalu merayakannya. Seperti sebuah pesta hari raya, tepat pukul dua belas malam, rakyat Dark Fire berhamburan menuju kastil Dark Fire. Di sana, mereka bersenang-senang di tengah-tengah kobaran api yang menyala terang. Pada malam purnama, mereka memang tahan panas api. Jadi, mereka selalu berterbangan keluar mencari mangsa makhluk bumi. Manusia maupun hewan, asalkan mereka bisa makan. Tapi, para penghuni Dark Fire tak pernah sudi menyatiki tumbuhan sedikitpun. Mereka menganggap, bahwa tumbuhan adalah saudara mereka dan tumbuhan adalah hal yang paling mulia. Dari segala makhluk yang ada di dunia ini, bagi mereka, tumbuhan adalah hal yang abadi dan paling tulus. Itu semua adalah perkataan dari para leluhur Dark Fire. Dan merekapun berjanji, akan menjaga setiap tumbuhan yang hidup di tanah mereka. Memang, tanah Dark Fire tak seperti tanah bumi. Dark Fire sulit sekali di hinggapi tanaman. Itu karena, rakyat Dark Fire tak tahan panas matahari. Sehingga, hanya satu tanaman yang bisa tumbuh di sana tanpa ada orang yang menanamnya. Yaitu bunga Edelweiss.
“Putri Edelweis, begitulah mereka menyebutku. Aku, adalah putri dari raja Dark Fire. Banyak pangeran-pangeran yang sangat menyukai dan tertarik padaku, namun, aku tak pernah mencintai mereka sama sekali. Dark Fire adalah sebuah tempat yang tak luas. Memang, tempat ini tak seluas bumi. Mungkin hanya seluas samudera Hindia. Dark Fire, di bagi menjadi beberapa bagian lagi. Mungkin sekiranya ada 20 kerajaan besar di Dark Fire. Dan yang paling besar, adalah tahta milik Ayahku. Kastil Dark Aphiliep Fire. Di daerahku juga, terdapat perpustakaan raksasa yang memuat ratusan ribu buku. Ada banyak macam buku, mulai dari sejarah, pengetahuan, pengobatan dan mantera. Diantaranya, banyak sekali buku-buku terlarang yang hanya bisa di baca oleh orang-orang tertentu saja. Apabila ada orang yang membacanya tanpa izin, dia akan di pasung selama 10 tahun di sel tahanan kastil Dark Aphiliep Fire. Dan aku, aku telah mencuri satu buku yang paling terlarang yang memuat mantera-mantera terlarang tentang makhluk Dark Fire juga Bumi. Dan aku juga tak tahu, apakah aku akan di pasung atau akan selamat dari pencurian ini. Yang jelas, aku mencurinya karena aku mencintainya.”
Catatan Putri Dark Fire.
“Menurut sanksi mata, dia melihat makhluk hitam berterbangan di langit dengan giginya yang panjang. Mereka lebih mirip drakula. Hanya saja, mereka memiliki sayap yang menyatu dengan tangannya. Keadaan mereka seperti tak berbusana. Tapi warna mereka gelap seluruhnya.” Arthur menjelaskan. Catrine hanya mengangguk-angguk mengerti apa yang Arthur bicarakan. Diapun kembali berkonsentrasi pada Arthur yang hendak mengeluarkan kata-kata.
“Tapi, kurasa warna mereka putih. Semalam hanya dalam keadaan gelap saja. Jadi warna mereka tak begitu terlihat. Aku sarankan saja, agar kau tak keluar malam pada bulan purnama. Aku takut kau jadi santapan para makhluk-makhluk itu.” Lanjutnya lagi. Catrinepun hanya terdiam di bangkunya sambil menatap langit cerah siang itu. Dia hanya terpaku.
“Kita hanya berdua di sini. Tak akan adakah orang yang mencurigai kita?” Arthur berucap lagi. Kini Catrine memalingkan wajahnya dan tersenyum.
“Mengapa kau harus khawatir dengan hal itu?”
“Tidak saja, ngomong-ngomong, semalam kau kemana? Kau tak lihat kekacauan kota semalam?”
“Aku sudah tidur.” Catrine berucap singkat. Semalam, keadaan kota memang benar-benar kacau. Tiba-tiba saja, dari arah bulan purnama, datang sekelompok makhluk bertaring terbang melesat cepat ke arah kota. Mereka memporak-porandakan seisi kota. Banyak yang menjadi santapan korban jiwa makhluk itu. Ya, mereka adalah penghuni Dark Fire. Entah mengapa, mereka sangat membenci umat manusia dan umat binatang. Tapi, mereka terkadang merasa kasihan pada umat binatang. Karena itulah, hanya sebagian kecil binatang yang menjadi korban hal itu.
“Kau juga, jangan keluar malam. Aku tak mau melihatmu tewas karena jadi makan malam makhluk itu.” Catrine mendesis seraya memengang tangan Arthur. Arthurpun mengenggamnya keras.
“Aku tak akan keluar jika kaupun sama.” Ujar Arthur seketika. Setelah itu, Catrinepun menyadarkan kepalanya ke bahu Arthur.
“Mari kita hidup dengan indah.” Catrine mendesah.
“Perpustakaan Nelfaqui. Perpustakaan yang paling besar yang ada di jagad raya. Makhluk bumi tak akan memiliki perpustakaan seperti ini. Di dalam perpustakaan ini, menyimpan beribu rahasia di balik rak-rak buku tersebut. Jika kita salah bertindak saat kita berada di perpustakaan itu, bisa saja sebuah mantera yang tanpa sengaja membuat keanehan pada diri kita sendiri. Tapi, rakyat Dark Fire sangat hati-hati dan teliti. Tak pernah, satu kesalahanpun terjadi di perpustakaan itu. Di dalam perpustakaan ini, menyimpan buku-buku dari bumi dan juga buku-buku Dark Fire. Tak heran, penduduk Dark Fire dua kali lebih pintar dari penduduk bumi. Karena, buku yang terdapat di perpustakaan bumi belum tentu memuat buku yang ada di perustakaan Nelfaqui. Tapi, buku yang ada di Nelfaqui memuat semua buku yang ada di bumi. Karena itulah, manusia sangat bodoh.”
Catatan Putri Dark Fire.
“Kemana saja kau setiap siang putriku? Banyak prajurit yang mengatakan kau tak ada di kamarmu sewaktu siang?” Seru Raja Thom Philip Aphiliep kepada Putrinya, Putri Edelweis Aphiliep.
“Saya hanya bersembunyi di suatu tempat Ayah.” Putri Edelweis tertunduk di hadapan raja Philip yang murka saat itu.
“Bagaimana jika kau tak selamat karena terkena sinar matahari? Kau bisa bebas di istana ini. Jika kau tak selamat, siapa yang akan menggantikan Ayah nanti? Ayah tak mempunyai anak lagi selain kamu Edelweis!” Raja Philip sedikit membentak Edelweis. Edelweis tetap tertunduk.
“Saya yakin tempat itu sangat aman. Dan saya tak akan terkena sinar matahari di sana.”
“Tentu saja tak akan karena itu belum terjadi. Dan beraninya kau pergi tanpa izin kepada Ayahmu!”
“Tentu saja Ayah tak akan mengizinkannya!” Kini Edelweis sedikit membentak, Raja Philippun telah mencapai puncak kemarahannya.
“Maafkan aku putriku, tapi ini demi kebaikanmu. Prajurit! Kurung dia di dalam kamarnya selama 7 hari. Dan kunci rapat agar dia tak bisa keluar.”
“Baik Tuan.” Seketika prajurit itu menyeret Edelweis, dia meronta-ronta meminta di lepaskan pada Ayahnya.
“Ayah, maafkan aku! Jangan kurung aku! Arghh lepaskan! Ayah!” Namun rintihannya tak sama sekali di dengar Raja Philip. Dia malah terduduk pasrah melihat kelakuan anaknya yang sungguh di luar dugaannya. Putri Edelweispun pasrah di seret menuju kamarnya. Walau hati kecilnya berkata, “Satu minggu ini, aku tak bisa pergi ke bumi.”
“Sel Fire Aphiliep. Sel paling menyakitkan yang ada. Sel ini, tempat di hukumnya para pelanggar aturan di Dark Fire. Tak ada satupun orang yang mampu hidup lebih dari 10 tahun di sana. Kadang, baru 1 tahunpun sudah mati di kurungan itu. Para makhluk sepertiku memang memiliki nyawa yang kuat apabila di kegelapan. Jika di tempat bercahaya, sedikit terkenapun, kulit kami sudah hangus. Begitulah resikonya jadi makhluk seperti kami. Hidup di manapun asal tempat itu gelap. Ya kecuali bulan purnama saja. Baru kami bebas. Memang, itu tak puas untuk kami. Tapi, ada salah satu leluhur sahabat leluhur kami, yang telah mengutuk bangsa kami. Dan dia adalah, bangsa MANUSIA.” Catatan Putri Dark Fire.
Hari ini Catrine tampak terburu-buru. Dia sedikit datang terlambat dari biasanya. Tak seperti biasa, dia berlari menuju kelasnya. Seketika dia berada di ambang pintu, semua murid memandangnya kecuali Arthur. Dia hanya terdiam memandang langit. Walau merasa malu, Catrinepun hanya berjalan menunduk malu. Dia benar-benar malu. Diapun beranjak mendekati bangkunya, di samping Arthur. Dia menurunkan tasnya perlahan lalu terdiam. Dipandangnya sekeliling ruangan, tampak seperti ada seorang yang tak bersekolah hari ini. Ya, tak ada. Brenda tak ada. ‘Kemana anak itu? Mengapa dia bolos hari ini?’ Seribu pertanyaan masuk ke dalam pikirannya. Diapun melupakan hal itu dan langsung memandang Arthur yang sedari tadi diam.
“Arthur!” Catrine memanggilnya. Namun Arthur masih diam.
“Arthur!” Catrine memanggilnya ulang dengan sedikit mengeraskan suara. Namun Arthur masih tetap diam.
“Arthur!!!” Kini Catrine mengguncang sambil berteriak ke arah telinganya. Semua muridpun langsung melongo ke arah Catrine termasuk Arthur. Suaranya memang keras, dan kebetulan saat itu suasana sedang hening.
“Kau kenapa berteriak seperti itu? Aku tak tuli.” Ucap Arthur memecah keheningan.
“Kau melamunkan apa? Aku memanggil-manggilmu beberapa kali, tapi kau tak mendengarnya.” Catrine sedikit memurungkan bibirnya. Arthurpun langsung menariknya keluar kelas.
“Kemana? Pelajaran belum di mulai. Lihat! Mereka melihat kita.” Catrine terus berceloteh melihat kelakuan Arthur yang aneh. Sementara Arthur masih membungkam mulutnya tak mau bicara. Dia terus menarik Catrine menuju tempat yang ditujunya. Catrine hanya mengikutinya saja sambil tetap murung. Hingga mereka sampai di sebuah pintu yang tak asing bagi mereka. Pintu perpustakaan sekolah.
“Duduk di sini. Tunggu aku kembali mencari buku.” Peritahnya pada Catrine. Diapun langsung duduk dan diam menunggu Arthur yang tengah mengacak-ngacak buku mencari buku yang dia cari. Sampai dia menemukan sebuah buku dengan judul ‘ZOMBIE’. Diapun membawa buku itu menuju Catrine.
“Lihat Catrine! Aku menemukan sebuah buku yang sedikit berhubungan dengan makhluk purnama itu. Lihat, ini! Makhluk Erif Krad.” Ucap Arthur seraya menunjuk sebuah gambar yang menurutnya serupa dengan makhluk purnama itu.
“Bukankah Erif Krad itu tempat pemakaman umum di daerah dekat rumahku?” Catrine berujar. Seketika, Arthur langsung menatap Catrine.
“Mungkinkah makhluk itu datang dari bawah pemakaman itu?” Ucap Arthur penuh tanya. Catrine sedikit berfikir.
“Itu hal yang mustahil.” Ucapnya datar. Arthur hanya mengerungkan dahinya.
“Tapi itu bisa jadi.” Arthur lebih meyakinkan lagi.
“Ayo kita baca keterangannya, lihat!
‘Makhluk ini biasa hidup di tempat gelap. Mereka menjadikan darah segar sebagai makanan sehari-hari mereka. Mereka tinggal di bawah si..” Tak sempat Arthur menyelesaikan bacaannya, Catrine langsung menutup buku yang mereka baca dan menarik Arthur keluar dari perpustakaan.
“Hey, mengapa sekarang kau yang menarikku? Aku belum selesai membaca!” Kini malah Arthur yang berceloteh tentang tingkah aneh Catrine.
“Ayo cepat lari! Kau tak ingat sekarang pelajaran siapa?”
“Ya ampun, kau benar Catrine.”
‘Daerah terlarang Dark Fire. Yaitu daerah yang terletak di barat laut kerajaan Dark Aphiliep Fire. Sebuah gua tempat perbatasan antara duniaku dan dunia manusia. Apabila ada golonganku yang masuk ke sana, dia akan terbakar.”
Catatan Putri Dark Fire.
Angin malam berhembus keras, menusuk dada. Seorang anak Adam tengah berjalan seorang diri memecah kesunyian malam. Deru langkah kakinya terdengar menggema ke sekitar tempat. Matanya menatap tajam ke sebuah tempat yang mungkin sangat menakutkan. Tempat pemakaman umum. Entah apa yang akan pria itu lakukan malam-malam begini. Namun, tekad dalam hatinya untuk menuju kesana terlihat sangat kuat. Dengan pakaian yang serba hitam, semakin misterius saja gerak-gerik yang dia lakukan. Perlahan, dia mulai memasuki kawasan yang di tujunya tersebut. Semilir angin dan suara burung malam semakin menambah mencekamnya malam. Apalagi, mendengar dentangan detik jam tangan yang dia pakai. Semakin menakutkan.
Dia mulai melambatkan langkahnya perlahan. Mulai dia membaca nama-nama yang tertera di nisan yang terdapat di sana. Sambil memegang sebuah buku, dia menyamakan nama yang tertera di sana. Dia pergi ke sana karena penasaran akan yang seorang gadis lakukan di sana. Ya, gadis itu adalah gadis yang dia sukai. Dia terus mencari-cari nama yang serupa dari buku dengan nisan-nisan di sana. Entah apa yang membuang rasa takutnya, sehingga malam begini, dia berani pergi ke pemakaman umum sendirian.
Setelah berputar-putar beberapa waktu, dia tercekat melihat sebuah bangunan yang mirip dengan peti berdiri. Bangunan yang terletak di ujung pemakaman itu. Hasratnya tiba-tiba terdorong untuk membuka pintu peti tersebut. Di lihatnya sebuah bulatan-bulatan kecil yang melingkari sebuah bulatan besar. Dia sangat tak mengerti dengan hal itu. Terdapat tujuh bulatan kecil, dan satu bulatan besar. Mulai dia membuka lembar-lembar buku yang dia pegang. Mencoba memecahkan rahasia yang terdapat di bulatan-bulatan itu. Ketika dia menemukan sesuatu di buku itu, diapun mulai membaca sebuah tulisan yang tertera pada kertas-kertas tersebut.
‘Simbol-simbol 8 lingkaran pada makam leluhur Erif Krad. Menunjukan ketentraman di dunia tersebut. Dengan seorang raja yang bernama Aliep. Simbol tersebut merupakan sebuah keseimbangan yang terdapat di sana. Cara menyatukan simbol itu dengan kunang-kunang dan memasukkannya ke dalam lingkaran terbesar.’ Begitulah kiranya tulisan yang tertera di sana. Entah dari mana, tiba-tiba saja pria itu mengepalkan tangannya dan langsung terdapat kunang-kunang di sana. Diapun langsung memasukan kunang-kunang itu, serupa dengan yang tertulis di buku tersebut.
Seketika, cahaya kuning dari kunang-kunang tersebut memenuhi ruangan lingkaran itu. Tak lama, lingkaran-lingkaran kecil itupun ikut bercahaya. Semua itu, tiba-tiba berputar seimbang. Semakin mereka berputar, lingkaran-lingkaran itu semakin mendekat. Dan cahaya kuning itupun mulai menghilang. Seketika, pintu peti tersebut terbuka. Secercah cahaya merah kejingga-jinggaan keluar dari ruangan peti tersebut. Pria itupun melangkahkan kakinya masuk menuju peti tersebut. Seketika, dia terhempas.
“Perkenalkan, namaku Fred.” Ucap seorang pria yang sepertinya memang murid baru di sana. Pria itu terus menatap Catrine tanpa disadarinya. Diapun beranjak menuju bangku yang berada di depan bangku Catrine dan Arthur. Dia terus memperhatikan mereka sampai dia duduk di bangkunya. Kebetulan sekali, dia duduk bersama Brenda. Diapun melirik ke arah Arthur dan Catrine.
“Hay?” Sapa Catrine sambil memamerkan ke lima jarinya. Fred tersenyum manis. Sementara Arthur hanya termenung.
“Aku Fred, siapa namamu?” Fred menyondorkan tangannya. Catrinepun menjabatnya hangat. “Catrine.”
“Lengkapnya?” Tanya Fred lagi.
“Apakah itu penting?”
“Hmm, namamu siapa?” Fredpun bertanya pada Arthur. Tampaknya, dia hanya mendongak malas.
“Dia Arthur.” Catrine mewakilinya. Arthurpun kembali menatap langit.
“Salam kenal saja.” Ucap Fred. Diapun kembali ke posisi menghadap ke depan.
“Siapa namamu?” Tanya Fred pada Brenda dengan pertanyaan yang serupa.
“Kau bisa memanggilku Brenda.” Ucap Brenda sedikit ketus. Fred hanya tersenyum kecil.
“Rumahmu di mana?” Fred memulai percakapan dengan Brenda yang sedari tadi menulis.
“Kau akan menerorku?”
“Hahah, apakah wajahku seperti penjahat?” Fred tertawa renyah. Brendapun tersenyum simpul.
“Kelihatannya.” Sahut Brenda singkat. Fredpun melihat ke arah kertas yang sedang ditulisi oleh Brenda.
“Kau menulis apa?”
“Yang kau lihat aku sedang menulis apa?”
“Aku tak bisa melihatnya.” Jawab Fred. Brenda hanya menarik nafas pendek. Fredpun kembali menghadap Catrine dan Arthur yang tengah bercanda.
“Hay, boleh aku ikutan?” Fred menanyai mereka hangat. Lagi-lagi Arthur kembali termenung.
“Tentu saja, kenapa tidak?” Catrine berucap seraya mengangguk. Fredpun menatapnya dalam. Catrine sedikit gugup melihat tingkah Fred yang tiba-tiba saja aneh seperti itu. Sejenak, Arthur melotot melihat Fred.
“Kau menghipnotisnya?” Arthur langsung menutupi mata Catrine dengan tangannya. Fred tertawa kembali.
“Hahah, mengapa mereka mengira aku orang jahat?”
“Apa yang sudah kau lakukan padanya?” Arthur tampak sedikit khawatir pada Catrine.
“Tak ada.”
“Benar itu Catrine?” Tanya Arthur. Catrine hanya mengangguk.
“Jika kau melakukan hal macam-macam awas.”
“Kau bisa melihat apa yang aku lakukan padanya!” Fred membentak.
‘Bagiku, manusia adalah sempurna. Bagi merekapun sama. Harapan mustahilku adalah menjadi manusia. Manusia telah diciptakan Tuhan dengan bentuk yang sangat baik dan sempurna. Mereka bebas melakukan apa saja yang mereka lakukan di bumi. Namun, dalam kebebasan itu, mereka akan mendapatkan balasan masing-masing. Jika aku ditakdirkan menjadi manusia, aku akan memanfaatkan semua waktu dan kesempatanku untuk berbakti dan mengabdi pada Tuhan-Ku. Mereka benar-benar beruntung bisa menjadi manusia. Aku memang sedikit menyesal terlahir seperti ini. Namun, inilah takdirku. Takdir yang tak sama sekali ku inginkan.’
Catatan Putri Dark Fire.
“Catrine!” Pria itu terus mengejar-ngejar Catrine sambil memanggil-manggilnya. Catrine hanya terus berlari sambil hati yang tak karuan. Pria itu tak henti-henti mengejar Catrine. Hingga akhirnya, Catrine menemukan benteng dan tak ada lagi jalan. Dia terjebak di sana.
“Mau apa kau Fred?” Catrine sedikit gelagapan. Dia takut terhadap Fred. Ya, laki-laki yang mengejarnya.
“Mengapa kau seperti takut? Apakah tindak-tandukku mirip penjahat?” Tanyanya sedikit mendekati Catrine.
“Lebih dari mirip. Enyahlah!” Catrine semakin tak karuan.
“Aku tak jahat.”
“Diamlah pria mesum! Menjauhlah! Tak mau sekali aku kau cium!” Catrine mengibas-ngibaskan tangannya.
“Kau begitu cantik. Aku menyukaimu.”
“Dan aku benci padamu!” Catrine mundur namun Fred semakin mendekat. Dia mendekat lalu Catrine mendorongnya hingga jatuh.
“Kau berani mendorongku?” Seketika, Fred berlari ke arah Catrine dan tiba-tiba GELAP.

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates